URGENSI PENDEKATAN ANTRO-PSIKOLOGIS DALAM MEMAHAMI AGAMA (Analisis tentang Zikir Berjamaah Ba'da Shalat Fardhu)
Pendekatan antro-psikologis, atau antropologi psikologis, adalah studi tentang hubungan antara pikiran, emosi, dan perilaku individu dengan konteks budaya mereka. Pendekatan ini menggabungkan konsep-konsep dari antropologi dan psikologi untuk memahami bagaimana budaya membentuk pikiran, perasaan, dan tindakan manusia, serta bagaimana individu memengaruhi dan membentuk budaya mereka sendiri. (Penjelasan yang dibuat AI dengan merujuk, misalnya "Psychological Anthropology" dalam sciencedirect.com)
Secara antro-psikologis, para sahabat sangat concern memperhatikan tindak-tanduk Rasulillah dalam segala aspek, terlebih dalam aspek ibadah. Banyak contoh-contoh yang dapat dikemukakan. Salah satunya respon sahabat terhadap cara/kaifiat zikir Rasulillah Saw ba'da shalat fardhu.
Berdasarkan pendekatan antro-psikologis, dapat dipahami bahwa Rasulullah Saw sebenarnya tidak pernah mengimami zikir bersama (berjama'ah) ba'da shalat fardhu. Alasan pokok yang dapat dikemukakan sebagai berikut: Sekiranya Rasulullah Saw pernah memimpin zikir berjama'ah satu kali saja, niscaya dicontoh oleh para sahabat dan pemberitaannya pun akan menyebar. Bahkan, secara psikologis, di atara para sahabat akan ada saja yang memandangnya sebagai amal yang wajib diamalkan. Penting diketahui, dalam urusan agama, para sahabat memelihara etos sami'na wa atha'na (kami dengar dan kami patuh). Mereka, dengan tanpa menyoal, mengamalkan begitu saja amaliah ibadah yang mereka lihat dipraktikkan Rasulillah Saw.
Berpijak kepada pemahaman antro-psikologis sikap keagamaan para sahabat, maka hadits-hadits parsial, atau yang dikutip secara parsial ---tanpa memahami keutuhannya, kurang tepat dijadikan dalil pembenaran zikir berjama'ah sehabis shalat fardhu. Fazlur Rahman menyebut penggunaan dalil parsial dalam berpikir hukum Islam---yang menutup diri dari melihat keutuhan makna ini--- sebagai cara sembrono dalam penggunaan dalil.
Munculnya penggunaan dalil parsial (reduktif), dalam banyak kasus, tak lebih sebagai upaya mempertahankan sudut pandang mazhab (aliran pemahaman) fiqh tertentu. Jadi, tidak dalam rangka pencarian yang natural terhadap kebenaran. Wallahu wa rasuluhu a'lam.
_____________________
Gambar:
Tanah wakaf milik Muhammadiyah di Baruas, Padangsidimpuan seluas 12.000 m2. (Gambar diambil pada 25 Juli 2025).
0 comments: