MUQADDIMAH ANGGARAN DASAR: ESENSI PAHAM AGAMA DAN GERAKAN MUHAMMADIYAH



Pokok-pokok pikiran dalam Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah tersusun sistematik mulai dari pertama, basic philosophy, ideologi, dan nilai dasar gerakan yakni tauhid, kemasyarakatan/ kemanusiaan, dan taat hukum Allah (pokok pikiran 1, 2, dan 3). Kedua,  konsep dasar gerakan yaitu menegakkan dan menjunjung tinggi agama Allah, dan ittiba' kepada Rasulillah (pokok pikiran 4 dan 5). Ketiga, metode, strategi, dan langkah gerakan yaitu organisasi (pokok pikiran 6). Dan keempat, tujuan/cita-cita gerakan atau perjuangan Muhammadiyah yakni mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya (pokok pikiran 7).
*****

Rumusan Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah (selanjutnya disebut Muqaddimah ADM) mengandung esensi paham agama dan cita-cita gerakan/perjuangan Muhammadiyah. Hal ini dapat dilihat dalam alinea demi alinea Muqaddimah ADM dimaksud. Isi Muqaddimah ADM dapat disarikan sebagai berikut:

1. Manusia harus bertauhid.
2. Hidup manusia bermasyarakat.
3. Berhukum hanya kepada hukum Allah.
4. Berjuang menegakkan dan menjunjung tinggi agama Allah adalah wajib.
5. Dalam berjuang, senantiasa ittiba' kepada perjuangan para Nabi khususnya Nabi Muhammad Saw.
6. Berorganisasi adalah satu-satunya sarana dan cara perjuangan terbaik.
7. Tujuan perjuangan adalah mencapai cita-cita terwujudnya masyarakat adil dan makmur, lahir batin yang diridhai Allah, yaitu masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

Pokok-pokok pikiran dalam Muqaddimah ADM tersusun sistematik mulai dari pertama, basic philosophy, ideologi, dan nilai dasar gerakan yakni tauhid, kemasyarakatan/ kemanusiaan, dan taat hukum Allah (pokok pikiran 1, 2, dan 3). Kedua, konsep dasar gerakan yaitu menegakkan dan menjunjung tinggi agama Allah, dan ittiba' kepada Rasulillah (pokok pikiran 4 dan 5). Ketiga, metode, strategi, dan langkah gerakan yaitu organisasi (pokok pikiran 6). Dan keempat, tujuan/cita-cita gerakan atau perjuangan Muhammadiyah yakni mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya (pokok pikiran 7).

Jika alinea demi alinea Muqaddimah ADM ini dipahami dan direnungkan secara mendalam dan ditambah dengan hasil pembacaan terhadap penjelasan pokok-pokok pikiran yang terkandung di dalamnya, maka dapat dideskripsikan beberapa simpul penting berikut ini:

1. Tauhid yang murni adalah asas, falsafah, welstanchauung hidup setiap muslim terlebih warga persyarikatan. Seluruh ajaran Islam bertumpu dan memanifestasikan kepercayaan tauhid. Nilai tauhid menghasilkan keyakinan bahwa tiada Ilah selain Allah, dan hanya Allah satu-satunya Ilah yang berhak disembah. Kepercayaan tauhid mempunyai tiga aspek, yaitu tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah, dan tauhid 'ubudiyah. Tauhid yang murni itu tidak hanya terbangun dalam keyakinan dan pemahaman keagamaan, tapi juga harus mewujud pada kedalaman ruhaniah seorang Muslim. Dengan kemurnian tauhid yang menghunjam dalam qalbu, maka akan melahirkan ibadah seorang muslim yang tawadhu', tadharru', khufyah, khauf, thama' di hadapan Allah. Pribadinya akan tumbuh-kembang menjadi muslim yang rahmatan lil 'alamin.

2. Tauhid yang murni (ikhlas) meniscayakan tumbuhnya komitmen kemasyarakatan/ kemanusiaan (hablun minannas). Nabi Saw., dalam hadits sahih menegaskan bahwa belum sempurna iman seorang mukmin hingga ia mencintai/menyayangi saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. Dengan demikian setiap muslim ---sebagai turunan tauhid yang murni--- memiliki komitmen hidup, berjuang, dan senantiasa berada di tengah masyarakat. Ia tidak akan memisahkan diri dari masyarakat untuk mengejar kepuasan ruhaniah pribadi, misalnya dengan menyibukkan diri berhari-hari menyendiri dalam zikir. Inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa di Muhammadiyah tidak diajarkan tasauf yang menempuh hidup "suluk". Bagi Muhammadiyah hablun minallah (tauhid) integral dengan hablun minannas (hidup bermasyarakat). Iman integral dengan amal saleh.

3. Setiap muslim, terlebih warga persyarikatan, wajib menjadikan hukum Allah sebagai satu-satunya hukum yang mengatur kehidupan, terutama dalam bidang akidah, akhlak, ibadah, dan mu'malah duniawiyah. Hukum Allah berisi prinsip-prinsip, petunjuk-petunjuk, dan nilai-nilai yang bersifat mutlak, mujmal (global) dan universal. Oleh karena itu dibutuhkan kecerdasan tinggi untuk merumuskan filosofi, paradigma, teori, metodologi, dan konsep hukum yang dibutuhkan oleh manusia yanh bersumber dari hukum Allah dimaksud. Untuk pekerjaan ini Muhammadiyah mengamanahkan kepada Majelis Tarjih dan Tajdid. Salah satu contoh kebutuhan dimaksud yaitu hukum untuk mengatur hidup bersama. Dalam hal ini, mesti diikhtiarkan bahwa semua hukum yang dirumuskan mesti merupakan turunan dari hukum Allah, atau setidaknya tidak bertentangan dengan hukum Allah. Sekali lagi, hukum Allah ini berposisi sebagai sumber utama bagi muslim untuk misalnya mengatur hidup berkeluarga, bermasyarakat dan bernegara. Dalam konteks kehidupan kita sebagai warga bangsa, Muhammadiyah berpandangan bahwa Pancasila dan UUD 1945 ---hingga saat ini dan entah berapa masa lagi ke depan--- adalah rumusan hukum yang nilai-nilainya tidak bertentangan dengan hukum Allah dan bahkan tidak berlebihan jika disebut sebagai derivasi (turunan) dari hukum Allah yang universal. Inilah di antara alasan mengapa pada Muktamar di Makassar, Muhammadiyah mengukuhkan Indonesia sebagai Dar al-Ahdi wa asy-Syahadah (Negeri Perjanjian dan Pembuktian). Pancasila dan UUD 1945 adalah piagam perjanjian warga bangsa yang plural untuk menjadi bangsa merdeka, berdaulat, dan bersatu. Janji ini dibuktikan dengan perjuangan mengisi kemerdekaan untuk mencapai kehidupan yang adil dan makmur. Pengalaman bangsa Indonesia yang berjanji bersatu dan berdaulat dalam wadah NKRI melalui Pancasila dan UUD 1945, diduga kuat terinspirasi dari sejarah perumusan Piagam Madinah (Mitsaq al-Madinah) yang pernah dilakukan oleh Nabi Saw dengan tujuan menyatukan warga Madinah yang plural pada abad ke-7 M. Lebih dari itu, para ulama yang terlibat perjuangan kemerdekaan dan mengalami diskursus atau dialektika kebangsaan bersama tokoh-tokoh nasionalis dalam suasana rezim penjajahan ---di antaranya KH Ahmad Dahlan, KH Hasyim Asy'ari, Ki Bagus Hadikusumo, KH Wahid Hasyim--- memiliki kesadaran yang amat kuat bahwa bangsa yang plural ini membutuhkan piagam yang berisi nilai-nilai dasar (Soekarno menyebutnya philosophisce grondslag, weltanschauung) yang menjadi pengikat dan perekat persatuan dan kesatuan bangsa. Piagam itulah yang dinamakan Muqaddimah (Preambule) UUD 1945 yang di dalamnya ada rumusan Pancasila. 

4. Setelah berkomitmen berhukum hanya kepada hukum Allah, setiap muslim wajib terlibat dalam jihad (perjuangan) penegakan hukum Allah dimaksud dalam kehidupan. Dalam konteks ini Allah SWT menitahkan agar ada golongan dari ummat Islam yang menyeru kepada al-khair (Din al-Islam), menyuruh kepada yang makruf (ya'muruna bil ma'ruf), dan mencegah dari kemungkaran (yanhauna 'anil munkar).

5. Jihad (perjuangan) tentang ajakan kepada agama Allah, menyuruh yang kepada makruf, dan mencegah kemungkaran ini mempedomani dengan cerdas langkah dan cara-cara yang dilakukan para Nabi, khususnya Nabi Muhammad Saw.

6. Metode, strategi, dan langkah-langkah taktis yang paling efektif dalam perjuangan dan pergerakan sebagaimana disebut pada poin 5 adalah dengan cara bersyarikat atau berorganisasi. Muhammadiyah memiliki jama'ah yang tersebar di seluruh Nusantara, bahkan sudah menyebar pula di manca negara. Jama'ah-jama'ah ini tersatukan dalam satu jam'iyyah (organisasi), yaitu Al-Jam'iyah al-Muhammadiyah (Persyarikatan Muhammadiyah). Bagi Muhammadiyah, perjuangan melalui organisasi ini hukumnya wajib. Kaidah ushul fiqh menegaskan "Ma la yatimmu al-wajib illa bihi fa huwa wajib" (مالا يتم الواجب الا به فهوا واجب). Terjemahan bebasnya: Bila suatu kewajiban tidak akan sempurna penegakannya tanpa keterlibatan suatu sarana/media/alat/ barang (dalam hal ini organisasi), maka status sarana itu wajib pula hukumnya. Musthafa Shabri Afandi (1337/1954) ---dengan mengambil inspirasi dari Ali bin Abi Thalib r.a.,  berkata, "Al-haqqu bila nizham yaghlibuhu al-bathilu bi an-nizham."  ( الحق بلا نظام يغلبه الباطل بالنظام ). Artinya: Kebenaran yang tidak terorganisir akan dikalahkan oleh kebatilan yang terorganisir.

7. Tujuan dan guna bersyarikat (berorganisasi) melalui wadah pergerakan Muhammadiyah adalah untuk mencapai masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, yaitu masyarakat adil dan makmur, lahir batin yang diridai Allah SWT. Dengan mengorientasikan seluruh gerakan (amal usaha) Muhammadiyah kepada tercapainya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, maka dalam satu tarikan nafas akan tercapai pula tujuan diniyah Muhammadiyah yaitu terantarnya umat Islam ke pintu gerbang surga Jannatun Na'im dengan keridaan Allah yang Maha Rahman dan Rahim.
Wallahu a'lam bi al-shawwab.

Gambar:
Acara Pertammatan SD Muhammadiyah 1 Sigiring-giring, Kota Padangsidimpuan, 24 Mei 2025.

0 comments: