MEMAHAMI ASPEK HUMANIS SUNNAH TAKZIAH KEMATIAN
عن عبد الله بن جعفر قال: لما جاء نعي جعفر حين قتل قال النبي اصلى الله عليه وسلم اصنعوا لال جعفر طعاما فقد اتاهم ما يشغلهم (رواه الخمسة)
Abdullah bin Ja'far berkata, "Ketika datang kabar terbunuhnya Ja'far, Nabi bersabda: Buatlah makanan bagi keluarga Ja'far, karena mereka sedang dalam kesusahan." (HR Lima Ahli Hadits).
Mari mencoba mendalami makna hadits ini sedalam-dalamnya. Pertama, perlu diketahui bahwa hadits adalah bayanuttafsir terhadap Al-Quran. Jadi mesti diingat bahwa ide inti hadits ada pada Quran. Kedua, selain memahami makna teks hadits, maka perlu juga memahami makna kontekstualnya. Ketiga, amat penting untuk memahami pesan terdalam dari hadits melalui pendekatan 'irfani.
Analisis
Hadits di atas terkait dengan anak paman Rasulillah yaitu Ja'far bin Abi Thalib yang mati syahid pada perang Muktah (tahun 8 H). Perang Muktah adalah perang antara pasukan Rasulillah dengan pasukan Kekaisaran Bizantium. Beliau adalah salah seorang yang diamanahkan oleh Rasulullah memimpin pasukan, selain dua orang lainnya.
Bimbingan Rasulillah dalam hadits di atas adalah bimbingan lebih lanjut petunjuk Allah dalam Al-Quran perihal musibah kematian. Ingat misalnya nasehat Allah kepada kaum beriman yang semula ditujukan kepada keluarga syuhada' Badar yang mengalami musibah kematian anggota keluarga di medan perang.
Allah SWT berfirman:*
يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اسْتَعِيْنُوْا بِا لصَّبْرِ وَا لصَّلٰوةِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ مَعَ الصّٰبِرِيْنَ
"Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan sholat. Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar." (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 153)
وَلَا تَقُوْلُوْا لِمَنْ يُّقْتَلُ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ اَمْوَا تٌ ۗ بَلْ اَحْيَآءٌ وَّلٰـكِنْ لَّا تَشْعُرُوْنَ
"Dan janganlah kamu mengatakan orang-orang yang terbunuh di jalan Allah (mereka) telah mati. Sebenarnya (mereka) hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya." (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 154)
وَلَـنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَـوْفِ وَا لْجُـوْعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْاَ مْوَا لِ وَا لْاَ نْفُسِ وَا لثَّمَرٰتِ ۗ وَبَشِّرِ الصّٰبِرِيْنَ
"Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar," (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 155)
الَّذِيْنَ اِذَاۤ اَصَا بَتْهُمْ مُّصِيْبَةٌ ۗ قَا لُوْۤا اِنَّا لِلّٰهِ وَاِ نَّـاۤ اِلَيْهِ رٰجِعُوْنَ
"(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata "Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un" (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali)." (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 156)
اُولٰٓئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوٰتٌ مِّنْ رَّبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ ۗ وَاُ ولٰٓئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُوْنَ
"Mereka itulah yang memperoleh ampunan dan rahmat dari Tuhannya dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk." (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 157)
Dalam hadits di atas Rasulullah mengajarkan agar tetangga menyediakan makanan (pangan) kepada keluarga muslim yang mengalami musibah kematian. Tindakan ini dilakukan karena musibah kematian telah menyusahkan ahli musibah. Dengan bantuan tetangga itu, maka kebutuhan makan keluarga akan terpenuhi dalam masa-masa berkabung. Ajaran takziah demikian ini sangat humanis. Sesuai dengan fitrah kemanusiaan.
Namun ketika Islam masuk ke berbagai suku bangsa ---yang nota bene memiliki tradisi upacara kematian, maka terjadi semacam asimilasi (peleburan) ajaran yang hampir saja menghilangkan nilai-nilai ajaran takziah yang humanis dari Rasulillah Saw. Tak pelak, dari asimilasi ini melahirkan bentuk baru pengamalan/praktik keagamaan yang bersifat ikhtilafiah di kalangan umat Islam.
Di wilayah Tabagsel, sebelum Islam datang telah memiliki tradisi sendiri dalam upacara kematian seperti "horja turun", "saur matua", "siluluton", dan "mangandungi". Biasanya diiringi dengan memotong kerbau. Pemotongam kerbau di masa lalu selalu diiringi dengan upacara pelimpahan gelar kehormatan adat kepada salah seorang anggota keluarga. Biasanya kepada cucu pertama laki-laki dari anak laki-laki yang paling tua. Hewan kerbau ini khas untuk kurban siluluton yang telah ada sebelum moyang batak angkola mandailing masuk Islam.
Tradisi kenduri kematian ini sudah sangat kental di banyak daerah. Buktinya pelayat saja tidak segan-segan meminta "sedekah makan", meskipun mereka hanya punya jarak 4 atau 5 km dari lokasi kematian.
--------------------
Sumber:
* Via Al-Qur'an Indonesia https://quranapp.id
0 comments: