METODE DAN SARANA BERPIKIR ILMIAH



Apa itu ilmiah?

Ilmiyah dari kata Arab ('ilmiyyah). Secara etimologi, 'ilmiyyah artinya bersifat keilmuan. Atau sesuai dengan kaidah-kaidah keilmuan. Istilah Inggris untuk ilmiah adalah scientific. Di Barat, sejak abad ke-15, yang disebut ilmiah hanya informasi keilmuan yang teruji secara rasional dan empirikal. Atau gabungan kedua-duanya. Di luar itu, bagi mereka tidak termasuk ilmiah. Itulah sebabnya, hingga saat ini, ilmuan Barat tidak memasukkan informasi ilmu yang bersumber dari wahyu (baca: agama) dan metafisika sebagai bagian dari ilmiah (scientific). 

Kita ingin mengoreksi pandangan ini. Karena dalam filsafat keilmuan kita, wahyu diposisikan sebagai sumber pokok pengetahuan. Selain wahyu, sumber pengetahuan lainnya adalah hati, akal dan empiri. 


Metode Berpikir Ilmiah

Ada tiga metode berpikir ilmiah Barat yang terkenal hinga saat ini, yaitu deduksi, induksi dan abduksi. Kita ingin menawarkan satu lagi yaitu dzauqiy. 

Sebenarnya, jalan berpikir deduksi, induksi, abduksi dan dzauqiy ini telah diletakkan Tuhan secara alami pada alam pikiran setiap orang yang berakal sehat. Hanya saja, para filosoflah yang pertama kali menyadari dan memberi label hukum berpikir demikian ini. Jadi hukum berpikir deduktif, induktif, abduktif dan dzauqiy ini adalah anugerah Allah yang besar kepada akal manusia.

1. Deduksi
Deduksi (deduction) dalam Oxford Languages didefinsikan sebagai The inference of particular instances by reference to a general law or principle (Suatu kesimpulan tentang hal-hal partikular dengan mengacu kepada hukum atau prinsip umum). Dalam penjelasan lain, deduksi adalah suatu jalan berpikir untuk mengambil kesimpulan khusus (partikular, juz'iy) dari prinsip atau hukum umum. Ada pula yang menyebut, deduksi adalah jalan berpikir ilmiah dari umum (principle, universal, general, kulliy) ke khusus (particular, juz'iy). Misalnya, salah satu prinsip umum berbunyi: "Semua anak manusia yang dilahirkan memiliki tabiat (fitrah) berketuhanan (berkepercayaan)". "Karl Marz adalah anak manusia". Kesimpulannya, "Karl Marx juga memiliki tabiat berketuhanan (berkepercayaan)". Alur berpikir deduktif yaitu dari hukum-hukum atau prinsip-prinsip umum ke fakta-fakta rasional (bukan fakta empirik). Jadi dari rasio menuju rasio. Berpikir deduktif lahir dari filsafat Rasionalisme.

2. Induksi
Induksi (induction) dalam Oxford Languages didefinisikan sebagai the inference of a general law from particular instances (suatu kesimpulan umum yang ditarik dari hal-hal partikular). Induksi adalah kebalikan dari deduksi. Jika jalan berpikir deduksi, dari prinsip umum/kulliy menuju khusus/juz'iy, maka induksi bergerak dari hal-hal khusus menuju kesimpulan umum. Jalan berpikir ini lazim disebut: dari khusus ke umum. Contoh: Bunga A disiram dengan dibarengi rasa sayang maka bunga akan tumbuh subur dan berbunga mekar. Bunga B disiram dengan dibarengi rasa sayang maka bunga akan tumbuh subur dan berbunga mekar. Bunga C disiram dengan dibarengi rasa sayang maka bunga akan tumbuh subur dan berbunga mekar. Bunga D disiram dengan dibarengi rasa tidak suka dan benci maka pertumbuhannya lambat dan bunganya kurang mekar. Kesimpulan umum: Setiap bunga yang mendapat  siraman air yang disertai rasa sayang, maka bunga akan tumbuh subur dan berbunga mekar. Alur berpikir induktif yaitu dari fakta-fakta empirik/indrawi menuju prinsip atau hukum umum yang rasional. Dengan demikian, dari indra menuju rasio. Berpikir induktif lahir dari filsafat Empirisme.

3. Abduksi
Abduksi (abduction): A sillogysm or form of argument in which the major premise is evident, but the minor is only probable (suatu silogisme atau bentuk argumentasi yang premis mayornya terbukti/logis, tapi kebenaran premis minornya hanya bersifat kemungkinan. 

Abduksi adalah metode berpikir dengan cara memilih argumentasi terbaik dari sekian banyak argumentasi yang mungkin paling tepat. Oleh karena itu, abduksi disebut juga jalan berpikir menuju argumentasi terbaik.

Penalaran abduktif biasanya dimulai dari pengamatan tahap permulaan terhadap suatu setting penomena atau peristiwa, selanjutnya pengamat ---berdasarkan sejumlah penjelasan (premis minor) yang mungkin--- memilih  penjelasan hipotetik yang lebih tepat/logis. Seringkali pemilihan ini didasarkan kepada kecerdasan imajiner (tebakan rasional-kritis) pengamat. 

4. Dzauqiy
Dzauqiy, dari bahasa Arab dzauq, artinya rasa. Penalaran dzauqiy dapat didefinisikan sebagai bentuk penalaran qalbiyah berupa pemaknaan spiritual-intuitif objek-objek  rasional dan empirikal. Penalaran ini bekerja setelah informasi dan fakta rasional-empirikal sudah jenuh. Selanjutnya, melalui keinsafan batin yang mendalam dan sensitifitas nurani yang kuat, qalbu melakukan penghayatan, penyadaran dan pengindraan batin terhadap objek-objek rasional dan indrawi hingga menghasilkan pengetahuan tentang makna hakikat dan makna terdalam dari fakta rasional dan empirikal tersebut. Penalaran dzauqiy ini akan menghasilkan simpulan-simpulan yang meta rasional, berupa ilmu pengetahuan spiritual-intuitif. Jalan penalaran dzauqiy ini yaitu dari empirik-rasional menuju empirik-transendental. Dalam penalaran ini, penerapan pendekatan 'irfani sangat dominan.

Tentang dzauqiy ini dapat dibaca lebih lanjut: https://anhar.dosen.iain-padangsidimpuan.ac.id/2022/04/kita-harus-membaca-kembali-keberadaan.html

Sarana Berpikir Ilmiah
Ada empat sarana pokok dalam berpikir ilmiah  yaitu logika, matematika, bahasa dan statistika. 
Terkait logika sudah dibahas di atas, yaitu logika deduktif, induktif, abduktif dan dzauqiy. Matematika adalah sarana berpikir yang menerapkan logika deduktif-numerik. Contohnya: 1 adalah 1/2 + 1/2. Atau 1/4 + 1/4 + 1/4 + 1/4. Sementara 1/2 adalah pecahan dari 1/4 + 1/4 atau 1/6 + 1/6 + 1/6, dan seterusnya. Matematika akan membantu aktifitas berpikir untuk mengurai kuantitas menjadi unit-unit atau mengklasifikasinya menjadi bagian-bagian. 
Statistika adalah sarana berpikir yang menerapkan logika induktif. Sarana yang satu ini membantu penalaran ilmiah untuk menemukan prinsip atau hukum umum (generalisasi) dari kasus-kasus partikular dengan menerapkan prinsip-prinsip logika matematis. 
Sementara bahasa adalah sarana berpikir ilmiah yang membantu manusia untuk memberi simbol setiap objek dan juga membantu untuk mengungkap makna dari setiap penomena dengan memberi makna itu simbol atau label sehingga dapat ditransmisikan kepada sesama manusia.

Gambar:
Menuju Bandara Soekarno-Hatta, 24 September 2022

0 comments: