BAWAKAN DAKWAH MUHAMMADIYAH DENGAN HIKMAH DAN MAU'IZHAH HASANAH
Muhammadiyah ---dalam pengamalan agama--- dipimpinkan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid. Majelis ini diberi amanah merumuskan pemahaman agama yang lurus, dengan cara melakukan pembahasan atau kajian agama melalui forum resmi seperti Musyawarah Nasional (Munas) Tarjih. Dalam Munas, ulama dan ilmuan melakukan kajian bersama masalah-masalah keagamaan dan kemanusiaan. Oleh karena kajian agama ini dilakukan bersama, maka Muhammadiyah disebut mempraktikkan ijtihad jama'i (ijtihad kolektif). Dengan ijtihad kolektif ini, maka Muhammadiyah tidak menyandarkan pemahaman agamanya kepada otoritas keilmuan ulama tertentu.
Sumber utama kajian agama dalam Muhammadiyah adalah Al-Quran dan As-Sunnah al-Maqbulah. Sementara karya-karya ulama dan ilmuan yang relevan dijadikan sebagai referensi dalam setiap pembahasan di Majelis Tarjih.
As-Sunnah al-Maqbulah adalah Sunnah yang validitasnya shahih dan hasan. Terhadap hadits dha'if, Muhammadiyah menerapkan syarat penerimaan yang ketat. Salah satunya, hadits dimaksud mesti diriwayatkan melalui banyak jalur. Jika periwayatan suatu hadits, jalurnya banyak, maka hadits dimaksud akan naik derajadnya kepada hasan.
Berdasarkan penjelasan singkat di atas, dapatlah dipahami bahwa pemahaman agama Muhammadiyah merupakan salah satu bentuk pemahaman keislaman terbaik.
Bagaimana membawakan pemahaman keislaman terbaik ini?
Pertama, ingatlah bahwa Islam adalah rahmatan lil 'alamin. Oleh karena itu Muhammadiyah juga harus rahmatan lil 'alamin bagi umat Islam dan umat manusia.
Kedua, dalam menyebarkan Islam yang sebenar-benarnya, hendaklah "mengikuti cara-cara Rasulullah Saw menyebarkan Islam pada awal pertumbuhannya"*, yaitu dengan hikmah, mau'izhah hasanah (nasehat yang baik), dan jidal (debat, dialog) dengan strategi dan cara terbaik.
Ketiga, dakwah Islam amar ma'ruf nahi munkar dilaksanakan dengan tabsyir (menggembirakan), tajdid (pembaruan), dan ishlah (membangun). (Pokok pikiran keenam Muqaddimah AD).
Sikap Bijaksana dalam Dakwah
Hendaklah tetap diingat bahwa dakwah Islam tidak boleh disampaikan dengan cara memaksa orang menerimanya. Allah berfirman dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 256: La ikraha fiddin, qad tabayyanar rusydu minal ghay (Artinya: Tidak ada paksaan dalam agama, sungguh telah jelas antara petunjuk dan kesesatan).
Ketika Rasulullah Saw., masih dalam fase dakwah Makkah yang berhadapan dengan kental pekatnya kemusyrikan, Allah SWT mengingatkan beliau dalam Q.S. Al-Ghasyiyah ayat 22-23: Fadzakkir innama anta mudzakkir. Lasta 'alaihim bimushaithir. (Artinya: Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya engkau (Muhammad) hanyalah pemberi peringatan. Engkau bukanlah orang yang berkuasa atas mereka).
Selanjutnya pada fase dakwah Madinah yang berhadapan dengan Yahudi, Nashrani dan Ummiyyin (kaum yang belum menerima Islam), Allah SWT membimbing Rasulullah dengan firman-Nya dalam surat Ali Imran ayat 20:
فَاِ نْ حَآ جُّوْكَ فَقُلْ اَسْلَمْتُ وَجْهِيَ لِلّٰهِ وَمَنِ اتَّبَعَنِ ۗ وَقُلْ لِّلَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ وَا لْاُ مِّيّٖنَ ءَاَسْلَمْتُمْ ۗ فَاِ نْ اَسْلَمُوْا فَقَدِ اهْتَدَوْا ۚ وَاِ نْ تَوَلَّوْا فَاِ نَّمَا عَلَيْكَ الْبَلٰغُ ۗ وَا للّٰهُ بَصِيْرٌ بِۢا لْعِبَا دِ
"Kemudian jika mereka membantah engkau (Muhammad) katakanlah, "Aku berserah diri kepada Allah dan (demikian pula) orang-orang yang mengikutiku. Dan katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi kitab dan kepada orang-orang buta huruf, "Sudahkah kamu masuk Islam?" Jika mereka masuk Islam, berarti mereka telah mendapat petunjuk, tetapi jika mereka berpaling, maka kewajibanmu hanyalah menyampaikan. Dan Allah Maha Melihat hamba-hamba-Nya."**
Hal lain, mari kita menjauhi dakwah yang mengandung caci-maki, menggurui, dan mengadili. Jika pesan kebenaran yang kita sampaikan belum berterima maka bersabarlah. "Washbir, wama shabruka illa billah, wala tahzan 'alaihim, wala taku fi dhaiqin mimma yamkurun. (Artinya: Dan bersabarlah (Muhammad), dan kesabaranmu itu semata-mata dengan pertolongan Allah, dan janganlah engkau bearsedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan jangan (pula) bersempit dada terhadap tipu daya yang mereka rencanakan [QS An-Nahl ayat 127]). Akhirnya, mari kita berfastabiqul khairat dalam beragama. Wallahu a'lam bi al-shawwab.
----------------------
Catatan:
*Lihat: "Kepribadian Muhammadiyah" dalam Manhaj Gerakan Muhammadiyah, h. 48-9.
** Via Al-Qur'an Indonesia https://quranapp.id
0 comments: