IBADAH SHALAT: MENYEIMBANGKAN PENALARAN QALBIYAH DAN AQLIYAH
Dalam Al-Qur`an, qalbu (hati) disebut sebagai salah satu alat bernalar (memahami). Hasil penalaran qalbu akan memperlihatkan nilai baik sebagai sebagai sesuatu yang berbeda dengan nilai buruk; nilai benar sebagai sesuatu yang berbeda dengan nilai salah; nilai indah sebagai sesuatu yang berbeda dengan nilai jelek, nilai suci sebagai sesuatu yang berbeda dengan nilai kotor, dan nilai mulia sebagai sesuatu yang berbeda dengan nilai hina. Selain memperlihatkan nilai baik, benar, indah, suci, dan mulia, qalbu juga memberi energi untuk berpihak kepada lima nilai dimaksud. Itulah sebabnya, orang yang menggunakan qalbu-nya dalam menimbang sesuatu, maka ia akan terdorong untuk berpihak kepada pertimbangan qalbu tersebut.
Berkaitan dengan penalaran qalbu ini dapat dibaca sindiran dan peringatan keras Al-Qur`an terhadap orang-orang kafir Jahiliyah yang tidak menggunakan qalbu dalam memahami ayat-ayat Allah yang diturunkan (Al-Qur`an), ayat-ayat pada diri manusia, dan ayat-ayat di alam semesta. Allah menegaskan demikian: Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia. Mereka mempunyai hati, (tetapi) tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah), dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu bagaikan binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (QS Al-A'raf (7): 179).
Al-Qur`an menjelaskan bahwa qalbu dapat tertutup (terkunci) dalam menerima atau memahami kebenaran. Hal ini terjadi di antaranya karena memelihara perilaku kidzb (dusta), khianat, dan perilaku buruk lainnya. Contoh perilaku kidzb ini seperti penyikapan seseorang terhadap suatu kebenaran di depan matanya. Misalnya, ia tahu bahwa hal itu memang kebenaran, tetapi ia tetap mendustakan. Semakin sering seseorang mendustakan kebenaran ---yang sama saja artinya mendustai dirinya sendiri--- maka semakin tebal pula pintu penutup kepada kebenaran dalam qalbu-nya. Jadi, pada hakikatnya, manusia sendirilah yang menyebabkan Allah mengunci mati hati orang-orang yang ingkar (kafir).
Ilmu Sosial, Sains, dan Humaniora Hanya Menyajikan Kebenaran Rasional-Empirikal
Kebenaran rasional-empirikal hanyalah kebenaran koherensi (konsistensi), relasional, korespondensi, performatif, dan paradigmatif. Hanya sebatas itu. Kebenaran rasional-empirikal ini tidak menjangkau kebenaran yang lebih tinggi, yaitu nilai benar, baik, indah, suci, dan mulia dalam moral dan kemanusiaan. Petaka besar kemanusiaan di hadapan umat manusia di Timur Tengah saat ini, terutama di Gazza-Palestina, adalah contoh nyata bagaimana kebenaran rasional-empirikal tidak menjangkau kebenaran nilai moral dan kemanusiaan. Enam puluh ribu orang lebih telah tewas oleh kebiadaban genosida Israel terhadap penduduk Gazza. Para pemimpin Negara-negara Timur Tengah tidak bertindak signifikan menghentikan genosida Israel. Negera-negara Barat, baru bertindak setelah puluhan ribu nyawa tewas sia-sia. Itu pun tidak berhasil menghentikan genosida sistematis Israel. Pemimpin Negara super power Amerika Serikat tertutup hati dan pikirannya dari nilai-nilai moral dan kemanusiaan dimaksud, dan bahkan mendukung kebiadaban genosida ini.
Oleh karena itu, penalaran rasional, jika tidak diimbangi dengan penalaran qalbiyah akan melahirkan manusia monster yang sangat membahayakan dan melahirkan petaka bagi diri manusia sendiri dan manusia lain.
Shalat: Anugerah Agung untuk Keseimbangan Penalaran
Pahamilah shalat yang dikehendaki Allah. Bukankah Allah menghendaki agar seorang hamba khusyu' (tunduk hati), tadharru' (rendah hati), khufyah (bersuara lembut), khauf (rasa takut), dan thama' (penuh harap) dalam shalat? Jika shalat dilakukan dengan benar, hamba akan menemukan bahwa shalat menuntut dan sekaligus mengasah penalaran qalbiyah. Allah menghendaki dan menuntut agar lima kali sehari semalam, setiap hamba mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah. Taqarrub ini akan mengasah penalaran qalbiyah sebagai penyeimbang penalaran 'aqliyah (rasional).
Penalaran qalbiyah (kontemplasi ruhaniah) dalam shalat ini mengingatkan hamba, di antaranya tujuan asasi hidupnya, rahman dan rahim Allah buat dirinya dan manusia, akhirat sebagai kehidupan sesungguhnya, cinta kepada Nabi, dan keselamatan hamba dunia dan akhirat.
Tanpa kontemplasi ruhaniah melalui ibadah shalat, maka manusia hanya akan mendayagunakan rasionya dengan bebas nilai. Jika hal ini terjadi, ---sebagaimana disebut di atas--- maka manusia dapat berkembang menjadi monster yang sangat berbahaya bagi dirinya sendiri dan manusia lain. Wallahu a'lam.
0 comments: