KONSEP FIQIH IBADAH MUHAMMADIYAH DAN PESAN DALAM MEMBAWAKANNYA

Sebenarnya konsep fiqih ibadah dalam Tarjih Muhammadiyah tidaklah disusun sebagaimana susunan fiqh formal. Untuk diketahui, Fiqh formal adalah fiqh yang terklasifikasi kepada syarat, rukun, wajib, sunnat, dan lainnya. Lihatlah, misanya rumusan Tarjih tentang fiqh shalat, puasa, dan haji. Rumusannya tidak prosedural, formal, dan kategorial. Tapi lebih ke uraian  yang bersifat deskriptif-konseptual.* Jadi konsep dan bangunan fiqh Muhammadiyah sebenarnya bersifat longgar, lapang, natural, dan sadzajah (apa adanya). Para ulama tarjih terdahulu merumuskan fiqh ibadah berdasarkan dalil-dalil yang sharih (jelas) tanpa mereduksinya dengan pemahaman reduksionis-kategorial atau klasifikasial sebagaimana pada fiqh formal. 

Namun, living fiqh (fiqh yang hidup atau terpraktikkan) di tengah warga Muhammadiyah di Sumatera Utara terasa kaku, sempit, dan rigid. Mengapa demikian? Hemat penulis ---Allahu a'lam--- karena konsep fiqh yang sadzajah ini tereduksi oleh paradigma pemahaman Sunnah-Bid'ah yang ketat, yaitu suatu paradigma pemahaman fiqh yang hitam-putih.  Analisis demikian ini tampak sejalan dengan pernyataan Hoofdbestuur (PP) Muhammadiyah pada 1935 yang menyatakan bahwa di masa lalu ada di antara sekutu (anggota) Muhammadiyah yang menganggap hanya Putusan Tarjih yang benar. Dampak pandangan ini yakni munculnya pemahaman yang beranggapan bahwa paham fiqh di luar Putusan Tarjih adalah salah atau bid'ah. Tidak sedikit ustadz yang menjelaskan perspektif sendiri yang bersifat harfiah (skriptural) tentang bid'ah. Mereka menegaskan---dengan mengutip hadits--- bahwa orang-orang yang melakukan bid'ah (tambahan apa pun) dalam ibadah itu sesat (dhalalah). Kesesatan akan membawa pelakunya masuk neraka.

Istilah bid'ah telah diperlakukan sebagai "amunisi" untuk menyerang pemahaman agama (baca: fiqh ibadah) golongan Muslimin lain yang berbeda.

Penting diingatkan kembali bahwa para ulama Tarjih terdahulu tidaklah berpola pikir demikian. Mereka merumuskan fiqh dalam konteks fastabiqul khairat, yakni berlomba-lomba dengan golongan muslimin lain dalam mengamalkan agama. Semangat ini terabstraksikan dalam potongan kalimat berkenaan dengan Tarjih sebagai berikut: "Keputusan Majelis Tarjih mulai dari merundingkan sampai kepada menetapkan, tidak ada sifat perlawanan, yakni menentang atau menjatuhkan segala yang tidak dipilih oleh Tarjih itu."**  Di bagian lain ditegaskan pula sebagai berikut: 

ومع العلم ان اي قرار يتخذ انما هوا ترجيح بين الاراء المعروضة دون ابطال اي رؤي مخالف 

(...dan dengan MENGINSYAFI bahwa tiap-tiap keputusan yang diambil olehnya itu hanya sekedar mentarjihkan di antara pendapat-pendapat yang ada, tidak berarti menyalahkan pendapat yang lain).***

Pesan Membawakan Muhammadiyah
Berpijak kepada paradigma berpikir Tarjih yang lapang dan terbuka, mari kita bawakan Muhammadiyah dengan kelapangan, keterbukaan, dan toleran dalam semangat fastabiqul kahirat dalam beragama. Upaya ini akan menghindarkan warga persyarikatan dari  pemahaman dan sikap keagaamaan yang reduksionis terhadap pemahaman golongan Muslimin lain. 

Dalam konteks keberagamaan yang lapang, terbuka, dan toleran itu, Muhammadiyah memelihara etos beragama yang berkemajuan atau progresif. Etos progresif ini muncul sebagai aktulisasi atau pengamalan surat Ali Imran ayat 104. Berdasarkan ayat ini, Muhammadiyah berpandangan bahwa persyarikatan yang berdiri pada 1912 ini mengemban misi perubahan sosial-profetik berupa yad'una ilal khair, wa ya`muruna bil ma'rufi wa yanhauna 'anil munkar (menyeru [individu/masyarakat] kepada kebaikan, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari kemungkaran. 

Dalam merealisasikan misi mulia ini disusunlah langkah dan strategi gerakan dakwah amar ma'ruf nahi munkar untuk menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. 

Memimpinkan Gerakan Dakwah Muhammadiyah
Dalam membawakan gerakan dakwah berkemajuan (progresif) ini, maka sunnah kepemimpinan dalam persyarikatan ini digerakkan dan diorganisasikan oleh Pimpinan yang bersifat formatur dan kolektif-kolegial pada masing-masing tingkatan, mulai dari pimpinan pusat, pimpinan wilayah, pimpinan daerah, pimpinan cabang, dan pimpinan ranting. Masing-masing pimpinan ini dibantu oleh unsur pembantu pimpinan yaitu majelis, lembaga, dan biro.

Penting digarisbawahi bahwa istilah kolektif-kolegial ini adalah kata kunci penting kepemimpinan dalam Muhammadiyah. Kepengurusan Muhammadiyah di semua tingkatan tidak dipimpin satu orang, tapi dipimpin oleh beberapa orang yang dikoordinasikan oleh seorang Ketua Umum (di tingkat Pimpinan Pusat) atau Ketua (pada tingkat Wilayah, Daerah, Cabang, dan Ranting). Jadi Ketua Umum/Ketua hanya berfungsi tak obahnya sebagai seorang koordinator. Salah satu konsekuensi kepemimpinan seperti ini yaitu tidak mengenal kebijakan atau keputusan seorang Ketua. Yang ada adalah kebijakan pimpinan atau keputusan pimpinan. Bentuk kepemimpinan seperti inilah yang dipandang turut menjaga keutuhan dan kelanggengan jalannya persyarikatan Muhammadiyah.

Untuk menjamin keberlangsungan,  kontinuitas dan pengembangan sayap gerakan maka dibentuk pula organisasi-organisasi otonom yaitu Aisyiyah, Pemuda Muhammadiyah, Nasyiatul Aisyiyah, IMM, IPM, Hizbul Wathan, dan Tapak Suci Putra Muhammadiyah.

Secara singkat, demikianlah model gerakan dakwah yang di-ijtihadkan oleh tokoh dan ulama persyarikatan ini dari Al-Qur'an dan As-Sunnah untuk mengaktualisasikan pesan Ilahi khususnya surat Ali Imran ayat 104, "Dan hendaklah ada segolongan ummat di antara kalian yang menyeru kepada al-khair (kebajikan), menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari kemungkaran. Mereka itulah orang-orang yang beruntung." Semoga dengan persyarikatan ini dapat mengantarkan kaum Muslimin ke pintu gerbang surga Jannatun Na'im. Wa Allahu a'lam. 

_____________________

Catatan Kaki:
*Contoh uraian deskriptif-kualitatif dimaksud lihat h. 78 sebagai berikut:

كيفية الصلاة المكتوبة
CARA SHALAT WAJIB
 اذا قمتم الى الصلاة فقل: "الله اكبر" (١) مخلصا نيتك لله(٢) رافعا يديك حذ ومنكبيك محاذيا بابها ميك اذنيك (٣) ثم ضع يدك اليمنى على ظهر كفك اليسرى  على صدرك(٤) ثم اقرء دعاء الافتتاح وهوا "اللهم باعد....(٥) او "وجهت وجهي... (٦)

Terjemahnya:
Bila kamu hendak menjalankan shalat, maka bacalah: "Allahu Akbar" (1) dengan ikhlas niatmu karena Allah (2) seraya mengangkat kedua belah tanganmu sejurus bahumu, mensejajarkan ibu jarimu pada daun telingamu (3) lalu letakkan tangan kananmu pada punggung telapak tangan kirimu di atas dadamu (4) lalu bacalah do'a iftitah: "Allahumma ba'id..." (5) atau: "Wajjahtu wajhiya..." (6)... dst. 
**Baca "Penerangan tentang Hal Tarjih", dalam Himpunan Putusan Tarjih, h. 382.
***Baca "Kitab al-Masa`ili al-Khamsi (Kitab Masalah Lima)", dalam Himpunan Putusan Tarjih, h. 279.

0 comments: