MENYINGKAP PEBEDAAN MAKNA DOA RUKUK YANG DIAJARKAN RASULULLAH SEBELUM HIJRAH DAN SESUDAH HIJRAH





Artikel ini bertujuan menyingkap perbedaan makna burhani/hermeneutik doa rukuk "Subhana Rabbiy..." yang diajarkan Rasulullah sebelum Hijrah dan "Subhanakallahumma rabbana..." yang diajarkan Rasulullah setelah Hijrah. Perbedaan makna dua doa rukuk ini sangat jelas terlihat ketika ditempatkan dalam konteks sosio-historis-psikologis yang melatari kemunculan doa rukuk ini.

***

Rasulullah Saw mengajarkan do'a rukuk yang berbeda sebelum beliau hijrah ke Madinah dan sesudah hijrah. Sebelum beliau hijrah, salah satu doa rukuk yang beliau ucapkan dalam shalat adalah:

سبحان ربي العظيم

Artinya: 

Maha Suci Tuhanku lagi Maha Agung.

Sementara setelah hijrah dan kurang lebih tiga tahun menjelang wafat, beliau mengajarkan doa rukuk berikut:

سبحانك اللهم ربنا وبحمدك اللهم اغفرلي

Artinya:

Maha Suci Engkau wahai Tuhan Kami, dan segala puji bagi-Mu. Ya Allah, ampuni aku.


Doa Rukuk Fase Makkah

Doa rukuk yang pertama (fase Makkah) adalah doa yang diamalkan Nabi sebagai pengamalan ayat Al-Qur`an surat Al-Waqi'ah (56): 74, 96: Fasabbih bismi rabbikal 'azhim (Maka bertasbihlah dengan menyebut nama Rabb-mu yang Maha Agung). Saat ayat ini turun, Nabi bersabda, "Jadikan ayat ini pada (baca: doa) rukuk kalian..." (HR Ahmad, Abu Daud, dan Ibnu Majah). Ayat ini turun pada fase Makkah. Suatu fase dakwah ketika ummat Islam belum terbentuk. Pengikut Nabi mendapatkan tekanan, bahkan penindasan. Shalat jama'ah belum bisa ditegakkan secara terbuka. Makkah dikuasai oleh kaum musyrikin penyembah berhala. Ka'bah, rumah Allah yang didirikan oleh Ibrahim a.s., dikotori oleh berhala-berhala kaum musyrikin Jahiliyah. Praktis agama tauhid belum tegak di bumi Makkah.

Dalam konteks sosial-kesejarahan (sosio-historis) seperti itulah doa rukuk yang pertama diajarkan oleh Rasulillah Saw. Oleh karena itu ---secara burhani--- dapatlah dipahami bahwa makna Subhana rabbiy al-'azhimi (Maha Suci Tuhanku lagi Maha Agung) yaitu Maha Suci Allah yang Maha Agung dari segala tindakan dan perilaku kemusyrikan. Maha Suci Allah yang Maha Agung dari berhala-berhala yang mereka jadikan perantara doa-doa kepada Allah.

Suasana psikologis yang benar-benar mengganggu jiwa Nabi Saw., dan para pengikut beliau di Makkah ---ketika doa rukuk "Subhana rabbiy al-azhimi" ini dibaca dalam shalat--- adalah suasana kehidupan politeistik yang mencengkram penduduk Makkah. Suatu kondisi kehidupan yang benar-benar bertentangan dengan penegakan kehidupan monoteistik (tauhidiy) yang menjadi misi kerasulan Muhammad Saw.


Doa Rukuk Fase Madinah

Doa rukuk yang kedua, turun pada fase Madinah, persisnya dalam tahun-tahun terakhir dakwah Rasulillah di Madinah.

Pada masa itu, ummat Islam telah tumbuh dan terbentuk menjadi kekuatan di Jazirah Arab. Madinah terus tumbuh menjadi kota yang madani (beradab). Jika pada masa-masa sebelumnya, Nabi dan para pengikut mengalami banyak kesulitan dan rintangan dalam dakwah, kini Nabi dan pengikut setia mendapat kemudahan dan kelapangan. Sampai-sampai manusia berbondong-bondong menyatakan diri menerima Islam sebagai agama. Kedaan ini terekam denga jelas dalam surat An-Nashr, "Idza ja`a nashrullahi walfath..." dst.

Makkah, yang tadinya dikuasai kaum musyrikin, dibebaskan oleh Rasulullah dan para mujahid tanpa pertumpahan darah. Baitullah (Ka'bah) dapat dibersihkan dari berhala-berhala kaum Jahiliyah. 

Dalam keadaan yang demikian, dimana Allah memberikan pertolongan dan kemenangan, Allah SWT-pun menitahkan kepada Rasulillah agar bertasbih, bertahmid, dan beristighfar. "Fasabbih bihamdi rabbika wastaghfirhu. Innahu kana tawwaba." (Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhan-mu dan mohon ampunlah kepada-Nya. Sesungguhnya Dia Maha Penerima Tobat).

Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Nabi Saw., kemudian menjadikan "Subhanakallahumma rabbana wabihamdika Allahummaghfirli" menjadi doa dalam rukuk dan sujud.

Memperhatikan kondisi sosial-historis-psikologis yang melatari doa rukuk yang terakhir ini, maka dapatlah ditarik simpulan bahwa makna doa ini ---wallahu wa rasuluhu a'lam-- yakni ungkapan pengagungan Allah serta kesyukuran atas nikmat dan rahmat-Nya yang maha besar, yakni nikmat iman dan Islam yang sempurna. Tidak ada nikmat yang lebih agung dan lebih besar dari nikmat ini.

Bagi Rasulillah sendiri, beliau benar-benar merasakan pertolongan Allah yang amat besar bagi tugas kerisalahan yang diembannya. Oleh karena itu, beliau pun mengajarkan ummatnya agar senantiasa bertasbih, bertahmid, dan beristighfar dalam rukuk dan sujud.

Ummat Muhammad Saw., mesti sadar sesadar-sadarnya bahwa nikmat dan rahmat (kasih-sayang) Allah kepada manusia ini amat banyak, tidak terhitung. Nikmat terbesar  adalah nikmat iman dan Islam. Namun demikian, hampir setiap saat manusia lalai untuk mensyukuri nikmat dan rahmat Allah. Oleh sebab itu, manusia harus selalu memohonkan ampun kepada Allah dan bertobat kepada-Nya.

Inilah sekelumit makna yang dapat ditarik dari doa rukuk "Subhanakallahumma rabbana wabihamdika allahummaghfirli." 

Wallahu a'lam.


Gambar:

Pengajian Anggota Muhammadiyah Kota Padangsidimpuan, Sumut, Ahad/19 Januari 2025.

0 comments: