DZIKIR DAN DO'A BERSAMA BA'DA SHALAT FARDHU BERJAMA'AH: PANDANGAN MUHAMMADIYAH DAN SAUDARA-SAUDARA KITA

Salah satu poin ikhtilaf antara Muhammadiyah dengan golongan umat Islam lain di Indonesia adalah kaifiyat (tata cara) pengamalan dzikir dan do'a ba'da shalat fardhu berjama'ah. 

Pandangan Muhammadiyah
Muhammadiyah ---melalui Majelis Tarjih dan Tajdid--- berikhtiar mengamalkan dzikir dan do'a setelah shalat fardhu dengan mencontoh dan meneladani pengamalan Rasulullah Saw., yang diikuti para sahabat sebagaimana terekam dalam As-Sunnah sebagai bentuk pengamalan Al-Qur`an. Dalam buku Tuntunan Dzikir dan Do'a Menurut Putusan Tarjih Muhammadiyah terkait adab berdzikir disebutkan bahwa berdzikir dilakukan dalam hati (dengan suara perlahan) dan merendahkan diri sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah pada surat Al-A'raf ayat 205. Berdzikir juga tidak boleh dilakukan dengan suara nyaring karena ---sebagaimana disebut dalam Hadits--- bahwa Rasulullah Saw mengingatkan supaya merendahkan suara dalam berdo'a karena hamba tidak menyeru Tuhan yang tuli dan yang tidak jelas wujud-Nya. Justru yang diseru adalah Tuhan Yang Maha Mendengar lagi Maha Dekat, dan Dia selalu bersama hamba-hamba-Nya. (H.R. Bukhari, Abu Daud, dan Ahmad).* Bagi Muhammadiyah, berdzikir dengan sirr (suara perlahan) dan merendahkan diri inilah yang dituntunkan Sunnah.

Pemahaman Muhammadiyah sejalan dengan pendapat Imam Ghazali. Beliau ---dalam Kitab Ihya' 'Ulumiddin bab Shalat--- menerangkan bahwa hendaklah mushalli (orang yang shalat) berdzikir dengan sirr (suara perlahan). Hal ini menurut beliau sebagai pengamalan Al-Quran surat Al-Isra'/17 ayat 110:

 ادْعُوا اللّٰهَ اَوِ ادْعُوا الرَّحْمٰنَ ۗ اَ يًّا مَّا تَدْعُوْا فَلَهُ الْاَ سْمَآءُ الْحُسْنٰى ۚ وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَا تِكَ وَلَا تُخَا فِتْ بِهَا وَا بْتَغِ بَيْنَ ذٰلِكَ سَبِيْلًا
"Katakanlah (Muhammad), "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu dapat menyeru, karena Dia mempunyai nama-nama yang terbaik (Asma'ul Husna) dan janganlah engkau mengeraskan suaramu dalam sholat dan janganlah (pula)  merendahkannya (hingga kamu pun tak mendengarnya, -pen.) dan usahakan jalan tengah di antara kedua itu."

Dengan demikian dalam jama'ah Muhammadiyah ---setelah shalat fardhu--- setiap orang berdzikir dalam hening suasana mesjid dan hening dirinya sendiri. Dengan situasi hening ini, mereka yang masbuq (ketinggalan rakaat) yang akan melanjutkan shalatnya juga tidak akan terganggu ketenangan dan kekhusyukan beribadah.

Pandangan Saudara-saudara Kita
Berdzikir dengan jahr (bersuara nyaring) dan doa bersama ba'da shalat fardhu berjama'ah bagi saudara-saudara kita memiliki landasan/dalil yang jelas. Di antara dalil dimaksud sebagai berikut:

Artinya:
Dari Abi Hurairah ra dan Abi Said al-Khudri ra bahwa keduanya telah  menyaksikan Nabi Saw, beliau bersabda: Tidak berkumpul suatu kaum sambil berdzikir kepada Allah 'Azza wa Jalla kecuali para malaikat mengelilingi mereka, rahmat menyelimuti mereka, dan ketenangan hati turun kepada mereka, dan Allah menyebut (memuji) mereka di hadapan makhluk yang ada di sisi-Nya. (H.R. Muslim).**

Dalam hadits lain, ada riwayat Bukhari-Muslim yang menjelaskan bahwa berdzikir dengan jahr ada dilakukan pada masa Rasulillah Saw. Namun disisi lain ada pula riwayat Bukhari yang menyetir perintah Rasulillah supaya berdzikir dengan suara perlahan. Terhadap dua riwayat yang tampak bertolak belakang ini, Imam Nawawi ---sebagaimana dikemukakan oleh penulis kitab Ruh al-Bayan--- mengemukakan pendapat sebagai berikut:**

Imam an-Nawawi memadukan antara hadits-hadits yang menganjurkan (mustahab) mengeraskan suara dalam berdzikir dan hadits-hadits yang menganjurkan memelankan suara dalam berdzikir; bahwa memelankan suara dalam berdzikir itu lebih utama sekiranya dapat menutupi riya dan mengganggu orang yang shalat atau orang yang sedang tidur. Sedangkan mengeraskan suara dalam berdzikir itu lebih utama pada selain dua kondisi tersebut karena amal yang dilakukan lebih optimal, faidah dari berdzikir dengan suara keras itu bisa memberikan pengaruh yang mendalam kepada pendengarnya, dapat mengingatkan hati orang yang berdzikir, memusatkan perhatiannya untuk melakukan perenungan terhadap dzikir tersebut, mengarahkan pendengarannya kepada dzikir tersebut, menghilangkan kantuk dan menambah semangat. 

Saudara-saudara kita menyimpulkan bahwa dalil-dalil dan penjelasan di atas ---dan masih banyak lagi dalil yang tak dimuat di sini--- tidak diragukan lagi menjadi landasan beramal yang kuat untuk berdzikir dan berdo'a dengan cara berjama'ah. Bahkan kesimpulan seperti ini ---di tengah masyarakat tertentu--- sebagai kebenaran final.

Meskipun dzikir dan do'a berjama'ah ba'da shalat tidak memiliki dalil hadits fi'liyah (hadits amaliyah praktikal) yang sharih (terang, jelas), namun saudara-saudara kita merasa bahwa dalil-dalil di atas dan dalil-dalil lain yang tidak disebutkan di sini menjadi pijakan yang sharih bahwa sunnah terbaik dalam masalah ini adalah berdzikir dan berdoa bersama dengan  jahr.

Analisis Simpulan
Dengan ilmu yang sangat-sangat terbatas, penulis belum menemukan rujukan hadits (as-Sunnah al-Maqbulah) dan referensi kitab fiqh yang menjelaskan secara praktikal bahwa ketika Nabi Saw selesai mengimami shalat berjama'ah, beliau lalu melakukan dzikir dan do'a bersama dengan para jama'ah. Ada pun hadits-hadits yang dijadikan rujukan oleh saudara-saudara kita ---yang di antaranya disebutkan di atas--- tidak memberi penjelasan secara sharih (terang, jelas) tentang masalah ini. Bahwa Nabi Saw pernah mengeraskan dzikirnya sehabis shalat, tentu tidak diragukan. Misalnya Nabi Saw diriwayatkan pernah berucap "Allahu Akbar" dengan suara nyaring sesudah mengucapkan salam. Hal ini pun hanya kasuistik saja. Tidak dilakukan oleh beliau secara berketerusan (dawam). Oleh karena bersifat kasuistik, maka ada kalangan sahabat ---semoga ingatan penulis tentang riwayat ini tidak salah--- yang menafsirkan bahwa ucapan takbir tersebut sebagai penanda bagi jamaah shaf belakang bahwa shalat telah selesai. Dengan demikian, kasus khusus seperti ini kurang tepat dijadikan alasan untuk men-dawam-kan dzikir berjama'ah ba'da shalat fardhu. Lagi pula, dzikir berjamaah ba'da shalat fardhu ini sering kali mengganggu ketenangan para masbuqin (orang-orang yang ketinggalan rakaat shalat) ketika melanjutkan shalatnya.

Begitu pun, penulis menyadari bahwa penjelasan ini hanyalah ikhtiar amat sederhana dan amat kecil memahami Sunnah. Oleh karena Muhammadiyah dan golongan ummat yang lain sama-sama memiliki dalil, maka penting digarisbawahi bahwa kita tidak tahu dengan pasti kaifiyat (cara) berdzikir yang mana yang benar-benar diridhai oleh Allah SWT dan Rasul-Nya. Oleh karena itu, setiap kita harus tawadhu' (rendah hati) dalam pencarian ilmu yang amat sedikit ini. Kembalikanlah kesimpulan masing-masing dengan tawadhu' kepada Allah. Jangan sampai perbedaan dalam masalah furu'iyyah ini menyebabkan ummat berpecah. Akhirnya, mari kita ber-fastabiqul khairat dalam menjalankan agama Allah ini. Semoga Allah menambah ilmu kita dan meridhai amal-ibadah kita. Aamiiin.

___________________
Catatan kaki:
*Tuntunan Dzikir dan Do'a Menurut Putusan Tarjih Muhammadiyah, h. 7-8.
**https://jatim.nu.or.id/keislaman/penjelasan-dzikir-dan-doa-bersama-setelah-shalat-bukanlah-bid-ah-i84hM

Gambar:
Lomba Mewarnai tingkat TK ABA. Salah satu agenda Perlombaan Menyambut Milad Muhammadiyah ke-112 di Gedung Serba Guna PRM Kampung Marancar-Padangsidimpuan, 02 November 2024.

0 comments: