DATANGLAH KE RUMAH ALLAH UNTUK SHALAT JAMA'AH KARENA CINTA

"Dengan pendekatan hermeneutika, mari kita berusaha masuk ke dalam lubuk kesadaran atau pengalaman subjek (dalam hal ini kehidupan Nabi Saw dan para sahabat). Apa yang dapat kita tangkap (persepsikan) dari ayat dan hadis di atas (terkait shalat jama'ah)? Tentu saja, kita dapat mempersepsikan bahwa kita mesti datang memenuhi panggilan azan untuk beribadah. Kita datang tidak sekedar "wajib", tapi melampaui wajib, yaitu karena patuh, tunduk, taat dan pasrah kepada Allah. Ya, kita datang ke rumah-Nya karena cinta."

*******

Kalau pengetahuan tentang urgensi shalat fardhu berjama'ah hanya kita sandarkan kepada ilmu fiqih, maka yang kita peroleh tidak jauh dari pengetahuan prosedural-kategoris. Secara umum fiqih berkisar seputar strata kategoris nilai perbuatan yang lazim disebut hukum yang lima yaitu wajib, sunnat, mubah, makruh, dan haram. Istilah lain yang juga populer digunakan adalah fardhu 'ain dan fardhu kifayah, sunnah dan bid'ah.

Jika penyikapan kita kepada kemestian shalat berjama'ah itu hanya dalam batasan ilmu fiqih sebagaimana disebutkan tadi, maka kita hanya akan melihat kedudukan shalat jama'ah fardhu tidak jauh dari batasan-batasan hukum yang lima tadi. Atau dalam istilah teknis hukum fiqh lainnya, misalnya masyru', wajib 'ain, wajib kifayah, dsb. Sebagai contoh, ada ulama yang berpendapat bahwa shalat fardhu berjama'ah itu hukumnya fardhu kifayah. Dampaknya banyak dari kaum muslimin yang merasa kewajiban bagi dirinya untuk shalat berjama'ah telah terwakilkan kepada kaum muslimin lainnya yang ikut shalat jama'ah. Di sisi lain banyak pula ummat Islam yang menunjukkan sikap abai dengan kumandang azan. Bahkan sikap abai ini dipertontonkan oleh mereka yang berlatar ilmu keagamaan. 


Jangan Hanya Perspektif Fiqh, tapi Pahami juga dengan Nalar Cinta

Memahami dengan cinta tentu saja maksudnya memahami kemestian shalat berjama'ah dengan penalaran qalbu. Sadarilah bahwa kumandang azan adalah panggilan Rabbul 'alamin, Rabbul 'Arsyil 'Azhim (Tuhan 'Arsy yang Agung). Kumandang azan itu adalah ajakan untuk hamba-hamba-Nya agar berhenti sejenak dari urusan dunia. Dia yang memanggil itu adalah Ar-Rahman Ar-Rahim, Tuhan yang Maha Kasih dan Maha Sayang. Dia mengajak hamba-Nya datang ke rumah-Nya (masjid) lima kali dalam sehari-semalam. Sekali lagi, Dia-lah sesungguhnya yang memanggil-manggil melalui suara seorang mu`adzdzin. Jika kita benar-benar mencintai-Nya, muliakanlah panggilan-Nya, maka datanglah. Tinggalkanlah perspektif fiqhmu yang membuatmu, kadang-kadang, mendebat panggilan-Nya,  lalu mengabaikan seruan-Nya.


Pendekatan Hermeneutika terhadap Ajaran Shalat Berjama'ah

Pendekatan hermeneutika terhadap suatu objek, dalam hal ini ajaran shalat berjama'ah, mengharuskan seorang pengkaji untuk memahami ajaran shalat berjama'ah berdasarkan inner perspective of Nabi and Shahabat behavior (perspektif batini dari ajaran Nabi dan pengalaman para sahabat). Di antara dalil Al-Qur`an dan Hadits yang perlu dipahami secara hermeneutika di antaranya:

Pertama, QS An-Nisa`/4:102 sebagai berikut:

اِ ذَا كُنْتَ فِيْهِمْ فَاَ قَمْتَ لَهُمُ الصَّلٰوةَ فَلْتَقُمْ طَآئِفَةٌ مِّنْهُمْ مَّعَكَ وَلْيَأْخُذُوْۤا اَسْلِحَتَهُمْ ۗ فَاِ ذَا سَجَدُوْا فَلْيَكُوْنُوْا مِنْ وَّرَآئِكُمْ ۖ وَلْتَأْتِ طَآئِفَةٌ اُخْرٰى لَمْ يُصَلُّوْا فَلْيُصَلُّوْا مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوْا حِذْرَهُمْ وَاَ سْلِحَتَهُمْ ۚ وَدَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا لَوْ تَغْفُلُوْنَ عَنْ اَسْلِحَتِكُمْ وَاَ مْتِعَتِكُمْ فَيَمِيْلُوْنَ عَلَيْكُمْ مَّيْلَةً وَّا حِدَةً ۗ وَلَا جُنَا حَ عَلَيْكُمْ اِنْ كَا نَ بِكُمْ اَ ذًى مِّنْ مَّطَرٍ اَوْ كُنْـتُمْ مَّرْضٰۤى اَنْ تَضَعُوْۤا اَسْلِحَتَكُمْ ۚ وَ خُذُوْا حِذْرَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ اَعَدَّ لِلْكٰفِرِيْنَ عَذَا بًا مُّهِيْنًا

"Dan apabila engkau (Muhammad) berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu engkau hendak melaksanakan sholat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (sholat) besertamu dan menyandang senjata mereka, kemudian apabila mereka (yang sholat besertamu) sujud (telah menyempurnakan satu rakaat) maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk waspada terhadap musuh) dan hendaklah datang golongan yang lain yang belum sholat, lalu mereka sholat denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata mereka. Orang-orang kafir ingin agar kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu sekaligus. Dan tidak mengapa kamu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat suatu kesusahan karena hujan atau karena kamu sakit, dan bersiap siagalah kamu. Sungguh, Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu."*

Kedua, Hadits riwayat Imam Ibnu Majah:

عن ابن عباس رضي الله عنهما عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: «من سمِع النِّدَاء فلم يَأتِه؛ فلا صلاة له إلا من عُذر

ِArtinya:
Dari Ibnu Abbas r.a., dari Nabi Saw., beliau bersabda: "Barangsiapa mendengar azan lalu tidak mendatanginya, maka tidak ada shalat baginya (selain berjamaah di masjid), kecuali uzur. (HR Ibnu Majah).**

Ketiga, Hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah Saw., bersabda (terjemahnya) sebagai berikut: "Shalat yang terberat bagi orang-orang munafik ialah shalat Isya` dan shalat Fajar. Pada hal apa bila mereka mengerti akan keutamaan kedua shalat tersebut niscaya mereka akan mendatanginya meskipun dengan merangkak. Mau aku rasanya menyuruh orang qamat untuk shalat lalu aku menyuruh seorang menjadi imam untuk shalat bersama-sama dengan orang banyak. Kemudian aku pergi bersama-sama dengan beberapa orang yang membawa beberapa ikat kayu bakar, untuk mendatangi mereka yang tidak mau turut shalat, untuk membakar rumah-rumah mereka." (HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Nasai, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).***

Keempat, Hadits yang menjelaskan seorang sahabat yang buta menghadap Nabi Saw., dan meminta tuntunan beliau apakah ia harus datang juga shalat berjama'ah sementara tidak ada orang yang memandunya ke masjid. Semula Nabi mengatakan tidak perlu datang. Tapi setelah sahabat buta tadi beranjak mau pergi, Nabi kemudian bertanya, apakah ia mendengar suara Azan. Sahabat buta menjawab, "ya". Nabi berpesan, "Datanglah!"****

Dengan pendekatan hermeneutika, mari kita masuk ke dalam lubuk kesadaran atau pengalaman subjek (dalam hal ini kehidupan Nabi Saw dan para sahabat). Bacalah ayat Al-Quran di atas. Renungkanlah dengan penalaran analogi (qiyas) yang tajam, ternyata Allah SWT tetap menuntun Nabi-Nya dan para sahabat untuk tetap shalat berjama'ah meskipun dalam kondisi perang. Bagaimana pula dalam keadaan damai? Selanjutnya tangkaplah esensi pesan Nabi dalam hadits-hadits terkait sebagaimana beberapa di antaranya ditunjukkan di atas. Apa yang dapat kita tangkap (persepsikan) dari ayat dan hadis di atas? Tentu saja, kita dapat mempersepsikan bahwa kita mesti datang memenuhi panggilan azan untuk beribadah. Kita datang tidak sekedar "wajib", tapi melampaui wajib, yaitu karena patuh, tunduk, taat dan pasrah kepada Allah. Ya, kita datang ke rumah-Nya karena cinta. Allahu a'lam.

_________________________
Catatan Kaki:
* Via Al-Qur'an Indonesia https://quranformobile.com/get/id
**https://hadeethenc.com/id/browse/hadith/11288
***Himpunan Putusan Tarjih: Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majelis Tarjih, (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 1433 H/ 2012 M), h. 114-5.
****Ibid., h. 130.

Catatan revisi: 
Semula penulis menyebut pendekatan fenomenologis dalam artikel ini. Istilah ini tentu saja tidak tepat, karena pendekatan fenomenologis seyogianya diterapkan kepada penomena empirik yang dialami langsung oleh pengkaji. Sementara sumber kajian ini adalah nash (teks) Al-Quran dan Hadits. Oleh karena itu, maka pendekatan yang tepat digunakan adalah pendekatan hermeneutika.

Gambar:
Sawah dengan latar gunung yang indah di Hutaimbaru, Padangsidimpuan, Sumut, 6 Juli 2024.

0 comments: