AZAN: TAKBIR CINTA BUAT YANG DATANG DAN TAKBIR ANCAMAN BAGI YANG ABAI


Makna tadabbur takbir terakhir azan ini kurang lebih demikian: Meskipun kalian tidak peduli dengan seruan Allah untuk shalat berjama'ah dan membiarkan diri kalian jadi pecundang, maka ketahuilah bahwa sikap demikian itu tidak akan mengurangi Kemahaagungan, Kemahamuliaan dan Kemahabesaran Allah sedikit pun. Dia tetap Maha Besar, Maha Mulia dan Maha Agung.

*******

Ibnu Majah meriwayatkan hadits berikut:

عن ابن عباس رضي الله عنهما عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: «من سمِع النِّدَاء فلم يَأتِه؛ فلا صلاة له إلا من عُذر

ِArtinya:
Dari Ibnu Abbas r.a., dari Nabi Saw., beliau bersabda: "Barangsiapa mendengar azan lalu tidak mendatanginya, maka tidak ada shalat baginya (selain berjamaah di masjid), kecuali uzur. (HR Ibnu Majah).*

Enam ulama Hadits meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah Saw., bersabda (terjemahnya) sebagai berikut: "Shalat yang terberat bagi orang-orang munafik ialah shalat Isya` dan shalat Fajar, pada hal apa bila mereka mengerti akan keutamaan kedua shalat tersebut niscaya mereka akan mendatanginya meskipun dengan merangkak. Mau aku rasanya menyuruh orang qamat untuk shalat lalu aku menyuruh seorang menjadi imam untuk shalat bersama-sama dengan orang banyak. Kemudian aku pergi bersama-sama dengan beberapa orang yang membawa beberapa ikat kayu bakar, untuk mendatangi mereka yang tidak mau turut shalat, untuk membakar rumah-rumah mereka." (HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Nasai, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).**

Azan dimulai dari kalimat ta'zhim kepada Allah SWT yakni: "Allahu Akbar, Allahu Akbar. Allahu Akbar, Allahu Akbar." (Allah Maha Besar, Allah Maha Besar). Takbir di awal Azan ini adalah panggilan cinta dari Allah kepada hamba yang taat yang menyahuti "panggilan" shalat. Apa pun yang engkau senangi, sukai dan cintai dalam kehidupan duniamu, itu hanyalah kecil dan sangat kecil dan tidak bernilai apa-apa dibanding nilai yang akan diberi Allah dalam shalat berjama'ah. Allah-lah Yang Maha Besar. Tinggalkanlah sementara urusan duniamu. Berangkatlah ke arah suara panggilan azan itu berasal. Takbir ini juga seolah-olah memesankan, "Wahai 'ibadurrahman saatnya istirahat sementara waktu. Temuilah Rabb-mu di rumah-Nya (masjid). Istirahatkanlah jiwa ragamu dalam munajat spiritual.  Berilah waktu kepada ruh-mu untuk taqarrub kepada Tuhan yang menjadi asalnya." 

Mu`adzdzin kemudian mengingatkan syahadah (kalimat janji/persaksian) yang telah kita nyatakan saat di alam rahim dan syahadah ini kita ulang setiap shalat: Asyhadu alla ilaha illallah (2x). Asyhadu anna Muhammadan rasulullah (2x)". Selanjutnya, Allah SWT melalui seorang muadzdzin benar-benar memanggil hamba-hamba yang beriman secara verbal untuk datang shalat jama'ah, "Hayya 'ala sh-shalah" (Marilah shalat berjama'ah). Kata as-shalah dalam lafaz azan tersebut berbentuk isim ma'rifah, yakni kata benda yang menunjuk wujud/objek/penomena yang jelas. Penomena dimaksud tentu saja adalah shalat jama'ah. Bahwa kata ash-shalah dalam Azan ini  tiada lain maknanya selain shalat berjama'ah, dapat juga ditarik dari penyikapan Nabi dan para sahabat ketika mereka mendengar "Hayya 'ala sh-shalah". Mereka langsung mendatanginya. Dan Nabi Saw., sendiri pun berkali-kali memberi penegasan agar kaum mukminin bersegera mendatangi shalat jama'ah ketika azan telah berkumandang. Di sisi lain, jika tidak memungkinkan mendatangi masjid disebabkan ---misalnya--- hujan sangat lebat, maka Nabi Saw., menuntunkan agar muadzdzin mengganti lafaz "Hayya 'ala sh-shalah"  menjadi "Shallu fi buyutikum" atau "Shallu fi rihalikum" (Shalatlah di rumah-rumah kalian). Dari sini dapat dipahami mengapa Rasulullah Saw., menyatakan "Barangsiapa mendengar azan lalu tidak mendatanginya, maka tidak ada shalat baginya (selain berjamaah di masjid), kecuali uzur", sebagaimana dalam hadits di atas.

Ajakan setelah "Hayya 'ala sh-shalah" adalah "Hayya 'ala l-falah" (Marilah menuju kemenangan/keberuntungan)Sadarilah bahwa nilai shalat  berjama'ah di mesjid itu sangat tinggi. Rasulullah ---sebagaimana disebutkan di atas--- menegaskan, "...pada hal apa bila mereka mengerti akan keutamaan kedua shalat (dalam hadits: shalat jama'ah Shubuh dan 'Isya`) tersebut niscaya mereka akan mendatanginya meskipun dengan merangkak." Oleh karena ketinggian nilai shalat jama'ah pulalah mengapa Nabi Saw., tetap menyuruh seorang laki-laki buta mendatangi shalat jama'ah  jika ia masih mendengar seruan azan, meskipun ia tidak ada yang menuntun ke mesjid.*** Di sisi lain  membiasakan shalat berjama'ah di awal waktu akan membuat jiwa dan raga kita hidup dalam keteraturan, disiplin dan terliputi oleh nilai karakter religius (kesalehan). Kita akan menang dari bujuk rayu setan dan jebakan permainan dan sandiwara dunia. Muadzdzin kemudian melanjutkan seruan untuk shalat jama'ah dengan melafazkan takbir, "Allahu Akbar, Allahu Akbar".

Renungkanlah, sebelum takbir yang terakhir ini ada empat kali terulang lafaz ajakan verbal untuk shalat berjama'ah. Lafaz dimaksud di awali dengan kata "hayya" (ayolah/marilah). Oleh karena itu jika manusia tetap tak peduli dengan seruan agung ini, maka takbir yang terakhir ini sesungguhnya bermakna ancaman dari Allah buat dirinya. Sementara bagi yang menyahuti (meng-ijabah), maka takbir terakhir ini adalah takbir pengantar menuju pintu al-falah (kemenangan/keberuntungan). Makna tadabbur takbir terakhir azan ini bagi orang yang abai kurang lebih demikian: "Meskipun kalian tidak peduli dengan seruan Allah untuk shalat berjama'ah ini dan membiarkan diri kalian jadi pecundang, maka ketahuilah bahwa sikap demikian itu tidak akan mengurangi Kemahaagungan, Kemahamuliaan, dan Kemahabesaran Allah sedikit pun. Dia tetap Maha Besar, Maha Mulia dan Maha Agung." Makna Kemahabesaran Allah ini kemudian diperkokoh lagi dengan lafaz tahlil sebagai lafaz penutup azan, yaitu "La ilaha illallah" (Tidak ada tuhan/sembahan selain Allah). Apa saja wujud atau zat yang dicintai dan dimuliakan oleh manusia dalam kesibukan dunianya ---yang jadi penyebab ia lalai mengingat Allah---akan mengalami kehancuran, sementara zat Allah tetap kekal. Allahu a'lam. 

____________________

Catatan kaki:
*https://hadeethenc.com/id/browse/hadith/11288
**Himpunan Putusan Tarjih: Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majelis Tarjih, (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 1433 H/ 2012 M), h. 114-5.
***Ibid., h. 130.

Gambar:
Pemandangan alam bukit Sopotinjak, Kab. Mandailing Natal.

0 comments: