KHUTBAH IDUL ADHA

BELAJAR KEPADA NABI IBRAHIM A.S. DAN KELUARGANYA MENJADI MUSLIM YANG IKHLAS DAN HANIF DALAM MENJALANKAN AGAMA ALLAH SWT

Dr. Anhar, M.A.

(Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Padangsidimpuan)


السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّه وبركاته

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ 

(يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا)

 (يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ ) 

( يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا ) 

ثم قال الله تعالى في كتابه الكريم

أعوذ بالله من الشيطان الرجيم

بسم الله الحمن الرحيم

اِنَّاۤ اَعْطَيْنٰكَ الْكَوْثَرَ  

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَا نْحَ 

اِنَّ شَا نِئَكَ هُوَ الْاَ بْتَرُ 

Artinya:

1. Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak.

2. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah).

3. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu Dialah yang terputus.


ألله أكبر ألله أكبر لاإله إلاالله والله أكبر ألله أكبر و لله االحمد

Mengawali pesan-pesan khutbah ini tiada kata yang paling pantas khatib ucapkan selain puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat dan rahmat kasih-sayang-Nya yang tiada terhingga kepada kita semua. Salah satunya kita diberi kesehatan lahir dan batin sehingga dapat hadir melaksanakan ibadah shalat ‘Id dan mengikuti penyampaian khutbah di tempat nyaman ini.

 Shalawat berangkai salam semoga senantiasa terlimpah kepada Nabi yang sangat kita cintai Muhammad Rasulullah Saw. Beliau utusan Allah terakhir, tidak ada lagi Nabi sesudah beliau. Nabi yang sangat mencintai dan menyangi ummatnya. Nabi yang menjadi suri tauladan terbaik bagi kita dalam menjalani kehidupan di dunia yang fana ini. Dunia tempat kita beramal untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Kepada beliau kita bacakan shalawat: Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa ‘ala ali Muhammad. (Ya Allah limpahkanlah keselamatan dan kesejahteraan kepada Nabi Muhammad dan keluarga Muhammad).


ألله أكبر ألله أكبر لاإله إلاالله والله أكبر ألله أكبر و لله الحمد

Pada hari ini, sejak Shubuh, jama’ah haji berangkat menuju Mina untuk melontar Jumrah, setelah itu mereka berkurban dan dilanjutkan dengan Thawaf Ifadah. Dalam rangkaian ibadah tersebut mereka tak henti-hentinya mengagungkan, membesarkan, menyucikan dan memuji nama Allah sambil pula memanjatkan munajat ruhianiah kepada Allah. Seiring dengan itu, umat Islam dari berbagai penjuru dunia, melafazkan takbir, tahlil dan tahmid; mengagungkan, mentauhidkan dan memuji Allah SWT. Gemuruh takbir, tahlil dan tahmid ini bergema sambung menyambung sebagai bentuk pernyataan penghambaan dan ketauhidan yang tulus dan ikhlas yang muncul dari lubuk hati setiap insan beriman. 


ألله أكبر ألله أكبر لاإله إلاالله والله أكبر ألله أكبر و لله الحمد

 Haji dan ibadah kurban ― secara historis― dua hal yang tak terpisahkan. Setiap kali kita sampai ke bulan ini, maka jiwa dan pikiran kita akan diajak bertamasya untuk mengenang dan meneladani perjuangan Nabi Ibrahim a.s., dan keluarganya. 

 Ibrahim, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur`an adalah contoh hamba Tuhan yang ikhlas dan hanif. Beliau adalah sosok Nabi dan Rasul Allah yang menunjukkankan sikap hidup yang benar-benar pasrah kepada Allah. Di dalam sejarah, Ibrahim a.s., adalah tokoh atau pemimpin yang menentang dan memberontak terhadap penyembahan berhala untuk menegakkan ajaran ketauhidan (monoteisme). Nabi Ibrahim a.s. ― manusia pertama yang memerangi penyembahan berhala ini ― dibesarkan di rumah Azar, seorang ahli pembuat berhala/patung untuk kaumnya. Di samping memerangi penyembahan berhala, penindasan dan kebodohan, Ibrahim juga menentang dan memerangi Namruz ― seorang penguasa yang zhalim dan tiran pada masa itu.

 Nabi Ibrahim a.s., sebagaimana Nabi-nabi yang lain, lahir dari tengah-tengah massa kemanusiaan yang awam (ummiy); tingkat paling bawah dari struktur masyarakat. Nabi-nabi itu datang dan bangkit dalam setiap zaman untuk menolong dan mengangkat harkat orang-orang yang lemah (dhu’afa`) dan tertindas (mustadh’afin). Mereka ini adalah kelompok masyarakat yang sering diperalat dan ditindas oleh penguasa pada hampir setiap kurun kekuasaan. 

Para Nabi datang bagaikan percikan api dan cahaya yang meloncat dari batu yang bertabrakan; mereka membangkitkan hati dan pikiran yang tidur dalam kejahiliyahan, melahirkan semangat kebangkitan dan gerakan amar ma’ruf nahi munkar dalam suatu zaman yang gelap dan mati. Nabi-nabi Allah ini memompa aliran kehidupan dan darah perjuangan dalam urat nadi masyarakat yang lamban, dalam pikiran yang jumud, dan dalam keyakinan yang dikotori syirik, takhyul, bid'ah dan khurafat. 

Para Nabi benar-benar hadir dalam setiap masa untuk mengubah jalannya sejarah umat manusia dan mengarahkannya kepada masyarakat utama yang bebas dari kesyirikan sehingga bercahaya keimanan, ketakwaan dan kemuliaan. Para Nabi muncul menjadi penguasa, pencipta sejarah dan pembangun masyarakat yang jauh lebih baik dari penguasa manapun di muka bumi ini.


ألله أكبر ألله أكبر لاإله إلاالله والله أكبر ألله أكبر و لله الحمد

Sikap penyerahan diri yang tulus ikhlas semata-mata kepada Allah tampak ketika Nabi Ibrahim a.s., mendapat ujian dari Allah yaitu perintah meyembelih putra yang sangat ia cintai yaitu Isma’il a.s.

Ujian ini adalah ujian terberat yang pernah dirasakan Ibrahim. Ismail adalah buah hati Ibrahim yang lahir setelah waktu menunggu yang lama. Sejarah mencatat, ia mendapatkan buah hati yang ia cintai melebihi dirinya ini ketika telah berusia senja (kl. 90 tahun). Dalam masa penantian yang panjang itu, ia tak henti-hentinya berdoa. Akhirnya dalam kesabaran dalam penantian panjang itu, Allah mengabulkan doanya. Betapa senang dan bahagianya perasaan Ibrahim dan istrinya Siti Hajar ketika Allah menganugerahi mereka bayi mungil yang sehat dan menyenangkan, Ismail a.s. Tetapi, belum puas menimang bayi Ismail, Allah memerintahkan supaya mengantar Ismail dan Siti Hajar ke sebuah lembah yang tandus, yang secara akal tidak cocok bagi seorang ibu dan bayi dalam masa menyusui. Ketika Siti Hajar menanyakan apa alasan Ibrahim as., meninggalkan mereka berdua di sana, Ibrahim bungkam seribu bahasa. Tanpa menoleh lagi ke belakang, dengan perasaan dan hati sedih, haru, dan pasrah ⎯karena menjalankan perintah Allah— ia pergi meninggalkan mereka di sebuah lembah di mana Ka’bah sekarang berada. Saat itu dengan berlinang air mata Ibrahim berdoa:

رَبَّنَاۤ اِنِّيْۤ اَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِيْ بِوَا دٍ غَيْرِ ذِيْ زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ ۙ رَبَّنَا لِيُقِيْمُوْا الصَّلٰوةَ فَا جْعَلْ اَ فْـئِدَةً مِّنَ النَّا سِ تَهْوِيْۤ اِلَيْهِمْ وَا رْزُقْهُمْ مِّنَ الثَّمَرٰتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُوْنَ

Artinya:

Ya Tuhan Kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Ya Tuhan Kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur. (QS Ibrahim (14):37).


ألله أكبر ألله أكبر لاإله إلاالله والله أكبر ألله أكبر و لله الحمد

 Suatu ketika, setelah Ismail memasuki usia remaja, Ibrahim bermimpi (diperintahkan Allah) untuk mengorbankan anak yang dicintai itu dengan cara menyembelihnya. Kembali hal ini sebuah pukulan berat buat Ibrahim. Oleh karena itu, konsekuensinya Ibrahim harus menentukan pilihan, apakah ia lebih mencintai anaknya dari pada Tuhannya, Allah SWT. Di dalam Al-Qur’an dijelaskan:

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَا لَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْۤ اَرٰى فِى الْمَنَا مِ اَنِّيْۤ اَذْبَحُكَ فَا نْظُرْ مَا ذَا تَرٰى ۗ قَا لَ يٰۤاَ بَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِيْۤ اِنْ شَآءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ

Artinya:

Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar". (Ash-Shaffat (37): 102).


ألله أكبر ألله أكبر لاإله إلاالله والله أكبر ألله أكبر و لله الحمد

Ismail, seorang remaja yang taat kepada Allah, hormat dan patuh kepada ayah-ibunya, tanpa ragu mengakatan kepada ayahnya agar melaksanakan perintah penyembelihan dirinya.

Tidak terbayangkan betapa mulianya jiwa anak yang masih belia itu. Betapa dalam cintanya kepada Allah dan kepada kedua orang tuanya. Tidak terbayangkan pula betapa harunya perasaan sang ayah yang telah berusia senja, ketika ia membayangkan ternyata ia harus berpisah selamanya dengan anak laki-laki yang sangat ia cintai itu; anak yang menjadi tumpuan hidupnya; anak yang diharapkannya menjadi penerus tugas kerisalahan yang diembannya. Tetapi Ibrahim sadar bahwa cintanya kepada Allah haruslah melebihi segala-galanya. Oleh karena itu ia taat dan ikhlas mengerjakan apa pun perintah Allah.

Kini saatnya Ibrahim untuk memeluk dan mencium anaknya Ismail untuk yang terakhir kali. Dengan pasrah keduanya melaksanakan perintah Allah. Tentang ini Al-Qur’an menjelaskan dalam surat Ash-Shaffat (37): 103-111 yang terjemahnya sebagai beriku: 

Artinya:

Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Lalu Kami panggillah dia: "Wahai Ibrahim, sesungguhnya engkau telah membenarkan mimpi itu.” Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, (yaitu) "Semoga kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim". Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman.

Ujian yang sangat berat itu berhasil dilalui Ibrahim, Ismail dan Istrinya Hajar. Ibrahim dan keluarganya, yang mampu mengorbankan apa saja, bahkan nyawa mereka demi kecintaan kepada Allah, diberikan kedudukan terhormat di sisi Allah dan dihormati oleh tidak saja umat Islam tapi umat agama besar lainnya seperti Yahudi dan Nasrani.


ألله أكبر ألله أكبر لاإله إلاالله والله أكبر ألله أكبر و لله الحمد

Ibadah haji dan kurban, disamping sebagai bagian dari syariat agama tauhid (monoteistik) ini, juga sekaligus mengenang tradisi Ibrahim dan keluarganya sebagai simbol manusia yang benar-benar mentauhidkan (mengesakan) Allah SWT dengan ikhlas dan hanif (lurus).

Ibadah haji adalah ibadah yang membutuhkan keikhlasan dan perjuangan. Pelaksanaan ibadah haji dimulai dari miqot. Di sini para pelaku haji harus mengganti pakaian. Pakaian ⎯sebagaimana kita tahu⎯ adalah simbol perbedaan, status, kebesaran, dan sebagainya. Pakaian menciptakan “batas” palsu di antara umat manusia yang menyebabkan “perpecahan dan pertikaian”. Hampir semua “perpecahan dan pertikaian” melahirkan ketidakadilan, diskriminasi dan penindasan. Oleh karena itu, ketika seorang hamba mengawali ibadah hajinya, ia harus mengganti pakaiannya dengan pakaian putih tak berjahit sebagaimana dipakai oleh jutaan manusia yang lain. Mulai saat itu, ia harus meneguhkan niatnya yang ikhlas menuju Allah, seraya melupakan status dan kelas sosialnya. Karena ketika itu atribut-atribut sosial apa pun tidak berguna di hadapan Allah. Ia harus berperan sebagai manusia yang sesungguhnya, manusia yang memiliki derajat yang sama di hadapan Allah. Karena jika kelak nanti dipanggil Allah untuk kembali kepada-Nya, demikianlah keadaan setiap Muslim, yakni hanya dibungkus oleh beberapa helai kain putih.

Dari miqot, ia terjun ke tengah lautan manusia yang berpakaian sama. Ia hanya bertekad untuk kembali kepada Allah. Ia melepaskan dan mengubur dalam-dalam segala bentuk egoisme/kesombongan/keakuannya di Miqot. Dengan demikian ia laksana menyaksikan jasadnya sendiri yang telah mati dan menziarahi kuburannya sendiri. Suasana itu akan mengingatkan setiap Muslim yang berhaji kepada pertanyaan asasi, apakah tujuan hidup manusia yang sebenarnya?

Di Miqot, ia bagaikan mengalami “kematian” dan “kebangkitan” kembali, kemudian ia harus melanjutkan perjalanan menempuh padang pasir yang terletak di antara Miqat dan Arafah

Beginilah kiranya pemandangan yang akan kita saksikan di hari Qiamat nanti. Sejauh mata memandang yang terlihat hanyalah “gelombang manusia yang berpakaian serba putih”. Semuanya mengenakan kain kapan. Tidak satu pun di antara mereka berbeda dari yang lain. Jasad-jasad mereka yang egois dan sombong pada hakikatnya telah tinggal di Miqat, dan yang bergerak ini adalah ruh-ruh mereka yang ikhlas dan pasrah kepada Allah.

Di dalam perpaduan aneka ragam manusia ini, nama, ras, atau status sosial tidak ada artinya. Yang mereka rasakan adalah persatuan yang murni. Inilah pertunjukan amat besar keesaan Allah yang diselenggarakan oleh manusia.


ألله أكبر ألله أكبر لاإله إلاالله والله أكبر ألله أكبر و لله الحمد

Sejak ihram sampai saat melempar jumrah ‘aqabah pada Hari Kurban, para tamu Allah tak henti-hentinya mengucapkan, “Labbaik Allahumma labbaik, labbaik la syarikalaka labbaik, innal-hamda wa n-ni’mata laka wal-mulk, la syarika laka”. (Ya Allah, aku datang memenuhi panggilan-Mu. Ya Allah aku datang memenuhi panggilan-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu. Sesungguhnya pujian, nikmat, dan kekuasaan hanyalah milik-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu).

Para tamu Allah mengakhiri ibadah hajinya dengan melaksanakan Thawaf Wada’. Thawaf ini adalah thawaf perpisahan dengan Baitullah. Ketika Thawaf Wada’ selesai, maka seluruh rangkaian ibadah haji telah selesai dikerjakan. Selamat tinggal Rumah Allah (Baitullah) yang suci dan diberkati itu.

ألله أكبر ألله أكبر لاإله إلاالله والله أكبر ألله أكبر و لله الحمد

Pada hari ini, umat Islam melaksanakan ibadah kurban. Allah SWT menegaskan tentang kurban ini pada surat al-Hajj/22 ayat 36 dan 37, juga pada surat al-Kautsar ayat 1 s.d. 3. Nabi kita Muhammad SAW., pernah mengecam mereka yang tak mau berkurban sementara mereka memiliki kemampuan. Nabi mengatakan bahwa mereka yang tak mau berkurban jangan mendekati/ bergabung dengan jamaah shalat Nabi. Kecaman ini makin menandaskan pentingnya berkurban.

Meskipun yang disuruh oleh Nabi itu adalah memotong hewan kurban, tetapi yang dituntut itu sebenarnya adalah keikhlasan dan kepasrahan hati kita untuk mengurbankan apa pun milik kita demi cinta kita kepada Allah SWT. Suatu bentuk kepasrahan dan pengurbanan yang tulus seperti dicontohkan oleh Nabi Ibrahim a.s., dan keluarganya. Inilah yang dimaksud oleh Allah dalam firman-Nya, “Bukanlah daging atau darah hewan kurban itu yang sampai kepada Allah, tetapi keikhlasan, ketulusan dan kepasrahan (hati) itulah yang sampai kepada-Nya.” (Surat al-Hajj/22: 37).

Demikianlah khutbah ini semoga bermanfaat menguatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah SWT.

ربنا اغفرلنا ولوالدينا وللمؤمنين يوم يقوم الحساب

ربنا هب لنا من ازواجنا وذرياتنا قرة اعين وجعلنا للمتقين ايماما

ربنا اجعلنا مقيمين الصلاة ومن ذريتنا ربنا وتقبل دعاء

ربنا تقبل منا انك انت السميع العليم وتب علينا انك انت التواب الرحيم

ربنا أتنا فى الدنيا حسنة و فى الأخرة حسنة وقنا عذاب النار

والحمد لله رب العالمين 

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته


Catatan:

Teks awal khutbah ini ditulis pada 2022 yang lalu, dan mengalami sedikit revisi pada 2024.

Gambar:

Mesjid Al-Abrar Kota Padangsidimpuan-Sumut, tampak malam, 30 Juli 2024.

0 comments: