NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM KISAH NABI YA'QUB

Oleh: Anhar

I. PENDAHULUAN

Nabi Ya’kub adalah salah seorang di antara Nabi dan Rasul yang disebut dalam Al-Qur`an. Jumlah Nabi dan Rasul itu sendiri tidak diketahui dengan pasti. Sebagian Nabi dan Rasul disebut kisahnya dalam Al-Qur`an, sedangkan yang lain lagi tidak diterangkan.[1]

Penyebutan sebagian nabi atau rasul itu tentu memiliki arti penting. Setidaknya dengan disebutnya sebagian Nabi dan Rasul sebelum Muhammad SAW akan diketahui kontinuitas agama Allah dari Rasul pertama hingga terakhir, dan diketahui pula bagaimana Allah menunjukkan kasih-sayangnya kepada manusia agar manusia berada dalam jalan yang benar sesuai fitrah kejadian manusia.

Tulisan ini akan mencoba mengungkap kisah Nabi Ya’kub dengan fokus pada penafsiran terhadap nilai-nilai pendidikan dalam kisah Nabi Allah dimaksud. Untuk menghadirkan pembahasan dengan kerangka yang lebih sistematis, maka terlebih dahulu akan dijelaskan pengertian nilai pendidikan dan kisah Nabi Ya’kub a.s.




II. PENGERTIAN KONSEP NILAI PENDIDIKAN

Perbincangan tentang nilai akan lazim ditemukan dalam aksiologi. Aksiologi sendiri adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai dalam perspektif kefilsafatan. Di samping itu, pembahasan tentang nilai akan ditemukan pula pada cabang-cabang pengetahuan lain seperti ekonomi, estetika, filsafat agama dan epistemology. Epistemology bersangkutan dengan masalah kebenaran. Etika bersangkutan dengan masalah kebaikan (dalam arti kesusilaan), dan estetika bersangkutan dengan masalah keindahan.[2]

Dengan demikian pembicaraan tentang nilai selalu menyangkut apakah sesuatu itu baik atau buruk, benar atau salah, indah atau jelek. Namun dalam pekerjaan melihat nilai sesuatu, misalnya nilai pendidikan, maka nilai dapat dikategorikan kepada nilai intrinsik dan nilai ekstrinsik.

Suatu obyek mengandung nilai-nilai yang baik pada dirinya, maka nilai yang demikian itu adalah nilai intrinsik, tetapi jika sesuatu itu bernilai hanya dalam hubungan dengan orang yang bersentuhan dengannya, maka nilainya disebut nilai ekstrinsik.[3]

Akan halnya nilai pendidikan, maka yang akan dilihat adalah apakah dalam suatu obyek atau peristiwa kemanusiaan atau kenabian mengandung nilai-nilai pendidikan pada diri kisah itu. Nilai pendidikan bermakna nilai-nilai yang dapat berfungsi pendidikan. Apakah sesuatu berfungsi pendidikan? Jawabannya adalah sama dengan pertanyaan: bergunakah sesuatu itu untuk membantu transfer of knowledge dan transfer of values bagi usaha pendidikan?

Berdasarkan penjelasan teoritis di atas, maka nilai-nilai pendidikan dalam kisah Nabi Ya’kub akan dilihat dalam konteks fungsi transfer of knowledge dan transfer of values dalam usaha pendewasaan manusia (pendidikan).

III. NABI YA’QUB

A. Kehidupan Ya’qub

Nabi Ya’qub adalah anak dari Nabi Ishak. Ishaq sendiri adalah putra Nabi Ibrahim a.s., dari istrinya Sarah.[4] Ia dipilih menjadi rasul untuk negeri Kan’an.[5]  Di Kan’an ia disebut bekerja sebagai petani dan peternak. Ketika itu negeri Kan’an termasuk wilayah kekuasaan Raja Saljam. Suatu ketika raja dimaksud memasuki wilayah Kan’an, di sana ia bertemu dengan seseorang yang belum dikenalnya yaitu Nabi Ya’kub. Dengan sombong Raja berkata kepada Ya’kub, “Siapa yang mengizinkan kamu bertempat tinggal di daerahku?” Ya’kub menjawab, “Saya Ya’kub, putera Ishak, putra Ibrahim a.s., dan aku bertempat tinggal di sini dengan izin Allah. Sesungguhnya aku ini adalah utusan Allah, yang akan mengajak kamu masuk agama Allah, mengimani Allah yang menjadikan alam ini, dan hendaklah engkau mengakui, bahwa aku ini adalah hamba Allah yang menjadi Rasul (utusan Allah). Jika engkau tidak mengabulkan seruanku ini, niscaya engkau akan aku perangi.”[6]

Dialog antara Nabi Ya’kub dan Raja kemudian bertambah panas. Dengan marah Raja Saljam berkata kepada Ya’kub, “Dengan apa engkau memerangi aku, sedang engkau tidak mempunyai tentara seorang juga pun.” Ya’kub menjawab, “Aku memerangi engkau bersama Allah dan malaikat-Nya dan anak-anakku yang banyak ini.”

Tak pelak, jawaban Nabi Ya’kub itu membuat Raja makin marah, sehingga memicu pecahnya perang antara keluarga Nabi Ya’kub dengan pasukan Raja Saljam. Pasukan keluarga Ya’kub dipimpin oleh Syam’un, salah seorang putra Nabi Ya’kub, atas permintaan anaknya sendiri. Ia berkata kepada ayahnya, “Ya Nabi Allah, saya akan bertanggung jawab jika diizinkan untuk meruntuhkan benteng pertahanan musuh. Mohon serahkan tugas ini kepadaku.” Nabi Ya’kub memperkenankan permintaan ini. Syam’un dan pasukannya bergerak. Ketika sampai di depan pintu benteng pertahanan musuh, Syam’un membaca do’a berikut: “Ya Allah! Bukakanlah bagi kami pintu ini dengan mudah, dan Engkaulah wahai Allah sebaik-baik Yang Memberikan kemenangan. Dengan nama Allah, selamatkanlah kami.”[7]

Konon, setelah membacakan do’a itu, Syam’un menghantamkan kakinya ke benteng, sehingga benteng itu roboh. Akibatnya banyak pasukan Raja yang mati tertimpa benteng, yang membuat pasukan raja kacau balau. Di tengah kacau-balau pasukan musuh, Nabi Ya’kub dan pasukannya segera bergerak memasuki benteng yang telah hancur untuk melumpuhkan kekuatan raja dan pasukannya. Raja Saljam akhirnya kalah, dan harta mereka dijadikan rampasan perang (ghanimah) bagi pasukan Nabi Ya’kub.[8]

Masa selanjutnya, Nabi Ya’kub hijrah ke Palestina. Dalam saat hijrah itu, mereka berjalan pada malam hari dan istirahat di siang hari. Oleh karena itulah Nabi Ya’kub dan keturunannya disebut Bani Israil. Nabi Ya’kub sendiri dikenal juga dengan nama Nabi Israil, artinya Nabi yang suka berjalan pada malam hari.[9]

Dikisahkan, di tengah perjalanan menuju Palestina, Nabi Ya’kub tertidur  di atas sebuah batu, dan ia pun bermimpi. Dalam mimpi itu ia mendengar suara, “Aku Allah, tiada tuhan kecuali Aku. Aku Tuhan engkau dan Tuhan Bapak engkau. Sesungguhnya Aku telah mewariskan isi bumi yang suci (Baitul Makdis) untuk engkau dan keturunan engkau, dan Aku memberi berkah padanya, dan engkau Aku beri kitab dan pelajaran-pelajaran serta hikmah dan kenabian.”[10]

B. Rumah Tangga Nabi Ya’kub

Nabi Ya’kub memiliki istri dua orang bersaudara, yaitu Laya dan Rahil, putri dari pamannya Laban bin Batwil, yang bertempat tinggal di Faddan Aram, sekitar Irak.[11] Laya dan Rahil memiliki budak perempuan bernama Zulfah dan Balhah. Kedua budak ini juga dinikahi oleh Ya’kub. Dari istrinya Laya ia menadapat keturunan sebanyak empat orang yaitu Rubil, Yahuda, Syam’un dan Lawi. Dari Rahil, Ya’kub memperoleh dua orang anak yaitu Yusuf a.s., dan Bunyamin. Sedangkan dari istrinya yang lain (Zulfah dan Balhah), diperoleh enam orang anak.[12] Dari keempat istri tersebut, Ya’kub mempunyai 12 orang anak, dan dalam al-Qur’an disebut al-asbath. Yang paling populer dari ke-12 cucu Nabi Ishak tersebut adalah Yusuf a.s., dan Benyamin.[13]

Keturunan Nabi Ya’qub ini disebut asbath karena mereka merupakan kabilah-kabilah dengan keturunan yang banyak di kemudian hari. Di usia tua, Ya’qub tinggal dengan anaknya Nabi Yusuf yang menjadi pembesar di Mesir. Di sana ia meninggal dalam usia 147 tahun. Secara genealogis, keturunan Ya’qub-lah yang menjadi asal mula Bani Israil di Mesir, yang dikemudian hari ditindas oleh Fir’aun hingga dibebaskan oleh Nabi Musa.[14]

C. Nabi Ya’kub dalam Al-Qur’an

Dalam al-Qur’an nama “Ya’kub” disebut sebanyak 16 kali.[15] Pada umumnya nama itu disandingkan dengan nama Nabi-nabi lain seperti Ibrahim, Ishak, Ismail, Yusuf, dan lain-lain. Yang paling banyak dijumpai adalah penyandingan nama Ya’kub terutama dengan Yusuf, selain itu dengan  Ibrahim dan Ishak serta nabi-nabi lain. Secara genealogis Ya’kub adalah anak dari Ishak. Ishak sendiri adalah anak Ibrahim. Sedangkan Yusuf adalah anak dari Ya’kub. Jadi Ibrahim, Ishak, Ya’kub dan Yusuf adalah keluarga besar.[16] Sebagian besar ayat-ayat tentang Ya’kub  adalah ayat yang masuk ke dalam kelompok Makkiyah. Hanya tujuh ayat yang masuk ke dalam kelompok Madaniyah.
TABEL SURAT/AYAT YANG MENGANDUNG

KISAH NABI YA’KUB


















































































NoNama/Nomor SuratAyatKelompokKeterangan
1Al-An’am/684Makkiyah
2Hud/1171, 72, 73Makkiyah
3Yusuf/124 - 101MakkiyahTerutama ayat 4,8,11,12,13,14,17-18, 38, 63-68,78, 83,87, 96-100.
4Maryam/196, 49Makkiyah
5Al-Anbiya`/2172, 73Makkiyah
6Al-Ankabut/2927Makkiyah
7Shad/3845, 46, 47Makkiyah
8Al-Baqarah/2132, 133, 136, 140Madaniyah
9Ali Imran/384Madaniyah
10An-Nisa`/4163Madaniyah

Jika dilihat tabel ayat di atas yang diurutkan berdasarkan pengelompokan Makkiyah dan Madaniyah dan memperhatikan pengurutan surat dalam masing-masing kelompok dimaksud, maka dapat disebutkan bahwa pertama-tama Allah SWT menjelaskan bahwa Ya’kub, sebagaimana nabi-nabi lain juga diberi petunjuk. Di beri petunjuk maksudnya bahwa Ya’kub, sebagaimana nabi lain diangkat Allah menjadi rasul.[17] Allah berfirman:
$uZö6ydurur ÿ¼ã&s! t,»ysó™Î) z>qà)÷ètƒur 4 ˆxà2 $oY÷ƒy‰yd 4 $·mqçRur $oY÷ƒy‰yd `ÏB ã@ö6s% ( `ÏBur ¾ÏmÏG­ƒÍh‘èŒ yŠ¼ãr#yŠ z`»yJø‹n=ß™ur šUq•ƒr&ur y#ß™qãƒur 4Óy›qãBur tbr㍻ydur 4 y7Ï9ºx‹x.ur “Ì“øgwU tûüÏZÅ¡ósßJø9$# ÇÑÍÈ

Dan kami Telah menganugerahkan Ishak dan Ya’qub kepadanya. kepada keduanya masing-masing telah kami beri petunjuk; dan kepada Nuh sebelum itu (juga) telah kami beri petunjuk, dan kepada sebahagian dari keturunannya (Nuh) yaitu Daud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa dan Harun. Demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. (Makkiyah: Al-An’am/6: 84).



Pada surat Hud/11 (Makkiyah) ayat 71-73, Allah memberi kabar gembira kepada keluarga Ibrahim, khususnya Sarah, bahwa meskipun mereka telah tua, mereka akan memperoleh keturunan bernama Ishak, dan Ishak akan mendapat keturunan bernama Ya’kub. Menurut Quraish Shihab, konon usia Nabi Ibrahim a.s. ketika itu 120 tahun dan Sarah berusia 99 tahun. Sungguh berita akan mendapat keturunan itu benar-benar sangat aneh bagi Sarah, karena tidak biasa seorang wanita tua dapat melahirkan, apa lagi setelah sekian lama menantikan anak yang tak kunjung datang dan telah diyakini mandul seperti keadaannya.[18]

Selanjutnya, pada surat Yusuf/12 (Makkiyah) ayat 6, juga terkait dengan Nabi Ya’kub, meskipun yang menjadi objek ayat seseungguhnya adalah Nabi Yusuf. Disebutkan bahwa Allah telah memilih Yusuf menjadi Nabi, kemudian Allah mengajarkan kepada Yusuf sebagian dari ta’wil mimpi dan Allah menyempurnakan nikmat-Nya kepada Yusuf dan keluarga Ya’kub, sebagaimana Allah telah menyempurnakan nikmatnya kepada Ibrahim dan Ishak. Pada ayat 38 surat Yusuf juga berkaitan secara khusus dengan Yusuf a.s. Dalam ayat, Yusuf menegaskan bahwa ia pengikut millah (agama) bapak-bapaknya yaitu Ibrahim, Ishak dan Ya’kub. Disebutkan juga dalam ayat bahwa millah itu adalah karunia dari Allah kepada keluarga para Nabi dan seluruh manusia, tetapi kebanyakan manusia tidak mensyukurinya. Allah berfirma:
àM÷èt7¨?$#ur s'©#ÏB ü“Ïä!$t/#uä zOŠÏdºtö/Î) t,»ysó™Î)ur z>qà)÷ètƒur 4 $tB šc%x. !$uZs9 br& x8ÎŽô³S «!$$Î/ `ÏB &äóÓx« 4 šÏ9ºsŒ `ÏB È@ôÒsù «!$# $uZøŠn=tã ’n?tãur Ĩ$¨Z9$# £`Å3»s9ur uŽsYò2r& Ĩ$¨Z9$# Ÿw tbrãä3ô±o„ ÇÌÑÈ

Dan Aku pengikut agama bapak-bapakku yaitu Ibrahim, Ishak dan Ya'qub. tiadalah patut bagi kami (para Nabi) mempersekutukan sesuatu apapun dengan Allah. yang demikian itu adalah dari karunia Allah kepada kami dan kepada manusia (seluruhnya); tetapi kebanyakan manusia tidak mensyukuri (nya). (Yusuf/12: 38)

Pada ayat 68 surat Yusuf yang objeknya masih tentang Yusuf, ada penegasan dari Allah bahwa Ya’kub seorang yang mempunyai pengetahuan karena diajarkan oleh Allah ilmu, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Quraish Shihab mengatakan bahwa ayat di atas mengandung pujian kepada Ya’qub dengan menyatakan bahwa Dan sesungguhnya dia mempunyai pengetahuan, karena Kami telah mengajarkan kepadanya banyak hal. Akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui bahwa apa yang Ya’qub lakukan itu adalah benar, yakni perintah Ya’qub kepada anak-anaknya agar masuk dari pintu gerbang yang berbeda-bedaa ketika memasuki Mesir.[19] Hal ini sebagaimana terekam dalam firman Allah dimaksud:
$£Js9ur (#qè=yzyŠ ô`ÏB ß]ø‹ym öNèdttBr& Nèdqç/r& $¨B šc%Ÿ2 ÓÍ_øóムOßg÷Ztã z`ÏiB «!$# `ÏB >äóÓx« žwÎ) Zpy_%tn ’Îû ħøÿtR z>qà)÷ètƒ $yg9ŸÒs% 4 ¼çm¯RÎ)ur rä%s! 5Où=Ïæ $yJÏj9 çm»oYôJ¯=tæ £`Å3»s9ur uŽsYò2r& Ĩ$¨Z9$# Ÿw šcqßJn=ôètƒ ÇÏÑÈ

Dan tatkala mereka masuk menurut yang diperintahkan ayah mereka, maka (cara yang mereka lakukan itu) tiadalah melepaskan mereka sedikitpun dari takdir Allah, akan tetapi itu hanya suatu keinginan pada diri Ya'qub yang Telah ditetapkannya. Dan sesungguhnya dia mempunyai pengetahuan, Karena kami Telah mengajarkan kepadanya. Akan tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui. (Yusuf/12: 68).

Sementara pada surat Maryam/19 ayat 6 objek ayat adalah Zakariyya, terkait dengan do’a Zakariyya kepada Allah agar diberi keturunan penerus dirinya dan keluarga Ya’kub dalam hal risalah kenabian.[20] Pada surat Maryam/19 ayat 49 objeknya adalah Ibrahim as. Ayat ini menjelaskan bahwa Allah menganugerahi Ibrahim keturunan yaitu seorang anak bernama Ishak, dan kelak cucunya adalah Ya’kub akan diangkat menjadi nabi.[21] Pada bagian lain, ayat 72 surat al-Anbiya` nampaknya sejalan dengan Maryam: 49. Tetapi pada ayat 73 al-Anbiya`, Allah menyebutkan bahwa Ibrahim, Ishak dan Ya’kub dijadikan Allah sebagai pemimpin yang akan memberi petunjuk dengan perintah Allah. Dalam ayat, Allah juga menjelaskan bahwa kepada para Nabi dimaksud telah diwahyukan agar berbuat kebaikan, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat, dan hanya menyembah kepada Allah.[22]

Pada al-Ankabut/29 ayat 27 juga senada dengan ayat diatas, yakni menegaskan kenabian Ya’kub dan para Nabi lain, sementara pada Shad/38 ayat 45-47 Allah menjelaskan bahwa Ibrahim, Ishak dan Ya’kub mempunyai kekuatan-kekuatan yang besar dan ilmu-ilmu yang tinggi, mereka disucikan Allah dan dianugerahi akhlak yang tinggi, yakni selalu mengingatkan manusia kepada kehidupan akhirat. Mereka juga dipuji Allah sebagai orang-orang pilihan yang paling baik. Hal ini sebagaimana firman Allah:
öä.øŒ$#ur !$tRy‰»t7Ïã tLìÏdºtö/Î) t,»ysó™Î)ur z>qà)÷ètƒur ’Í<'ré& “ω÷ƒF{$# ̍»|Áö/F{$#ur ÇÍÎÈ !$¯RÎ) Nßg»oYóÁn=÷zr& 7p|ÁÏ9$sƒ¿2 “tò2ÏŒ Í‘#¤$!$# ÇÍÏÈ öNåk¨XÎ)ur $tRy‰ZÏã z`ÏJs9 tû÷üxÿsÜóÁßJø9$# Í‘$uŠ÷zF{$# ÇÍÐÈ

45.  Dan ingatlah hamba-hamba Kami: Ibrahim, Ishaq dan Ya'qub yang mempunyai perbuatan-perbuatan yang besar dan ilmu-ilmu yang Tinggi.

46.  Sesungguhnya kami Telah mensucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang Tinggi yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat.

47.  Dan Sesungguhnya mereka pada sisi kami benar-benar termasuk orang-orang pilihan yang paling baik. (Shad/38: 45-47).[23]

Pada ayat-ayat kelompok Madaniyah juga berisi penegasan dan pengulangan misi kenabian Ya’kub a.s., sebagaimana misi Nabi-nabi lain, yakni seruan kepada sikap hidup tauhid sehingga benar-benar pasrah kepada Allah (menjadi muslim), dan beriman kepada wahyu yang berisi seruan yang sama yang diturunkan kepada setiap Nabi, dan Allah menegaskan bahwa Allah tidak membeda-bedakan para Nabi itu dalam hal pewahyuan. Dengan demikian agama para Nabi sejak nabi pertama ― termasuk agama yang dibawa Nabi Ya’kub ― sampai nabi terakhir adalah sama, yakni Din al-Islam. Di antara ayat yang menjelaskan bahwa misi Nabi Ya’kub adalah kontinuitas misi Nabi sebelumnya dan akan dilanjutkan oleh Nabi sesudahnya sebagai berikut:
Óœ»urur !$pkÍ5 ÞO¿Ïdºtö/Î) Ïm‹Ï^t/ Ü>qà)÷ètƒur ¢ÓÍ_t6»tƒ ¨bÎ) ©!$# 4’s"sÜô¹$# ãNä3s9 tûïÏe$!$# Ÿxsù £`è?qßJs? žwÎ) OçFRr&ur tbqßJÎ=ó¡•B ÇÊÌËÈ

Dan Ibrahim Telah mewasiatkan Ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah Telah memilih agama Ini bagimu, Maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam". (al-Baqarah/2: 132)
÷Pr& öNçGYä. uä!#y‰pkà­ øŒÎ) uŽ|Øym z>qà)÷ètƒ ßNöqyJø9$# øŒÎ) tA$s% Ïm‹Ï^t7Ï9 $tB tbr߉ç7÷ès? .`ÏB “ω÷èt/ (#qä9$s% ߉ç7÷ètR y7yg»s9Î) tm»s9Î)ur y7ͬ!$t/#uä zO¿Ïdºtö/Î) Ÿ@ŠÏè»yJó™Î)ur t,»ysó™Î)ur $Yg»s9Î) #Y‰Ïnºur ß`øtwUur ¼ã&s! tbqßJÎ=ó¡ãB ÇÊÌÌÈ

Adakah kamu hadir ketika Ya'qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia Berkata kepada anak-anaknya: "Apa yang kamu sembah sepeninggalku?" mereka menjawab: "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan yang Maha Esa dan kami Hanya tunduk patuh kepada-Nya". (Al-Baqarah/2: 133)
(#þqä9qè% $¨YtB#uä «!$$Î/ !$tBur tAÌ“Ré& $uZøŠs9Î) !$tBur tAÌ“Ré& #’n<Î) zO¿Ïdºtö/Î) Ÿ@ŠÏè»oÿôœÎ)ur t,»ysó™Î)ur z>qà)÷ètƒur ÅÞ$t6ó™F{$#ur !$tBur u’ÎAré& 4Óy›qãB 4Ó|¤ŠÏãur !$tBur u’ÎAré& šcq–ŠÎ;¨Y9$# `ÏB óOÎgÎn/§‘ Ÿw ä-ÌhxÿçR tû÷üt/ 7‰tnr& óOßg÷YÏiB ß`øtwUur ¼çms9 tbqãKÎ=ó¡ãB ÇÊÌÏÈ

Katakanlah (hai orang-orang mukmin): "Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. kami tidak membeda-bedakan seorangpun diantara mereka dan kami Hanya tunduk patuh kepada-Nya". (Al-Baqarah/2: 136)
ôQr& tbqä9qà)s? ¨bÎ) zO¿Ïdºtö/Î) Ÿ@‹Ïè»yJó™Î)ur šY»ysó™Î)ur šUqà)÷ètƒur xÞ$t7ó™F{$#ur (#qçR%x. #·Šqèd ÷rr& 3“t»|ÁtR 3 ö@è% öNçFRr&uä ãNn=ôãr& ÏQr& ª!$# 3 ô`tBur ãNn=øßr& `£JÏB zOtGx. ¸oy‰»ygx© ¼çny‰YÏã šÆÏB «!$# 3 $tBur ª!$# @@Ïÿ»tóÎ/ $£Jtã tbqè=yJ÷ès? ÇÊÍÉÈ

Ataukah kamu (hai orang-orang Yahudi dan Nasrani) mengatakan bahwa Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub dan anak cucunya, adalah penganut agama Yahudi atau Nasrani?" Katakanlah: "Apakah kamu lebih mengetahui ataukah Allah, dan siapakah yang lebih zalim dari pada orang yang menyembunyikan syahadah dari Allah[92] yang ada padanya?" dan Allah sekali-kali tiada lengah dari apa yang kamu kerjakan. (Al-Baqarah/2: 140)


ö@è% $¨YtB#uä «!$$Î/ !$tBur tAÌ“Ré& $uZøŠn=tã !$tBur tAÌ“Ré& #’n?tã zNŠÏdºtö/Î) Ÿ@ŠÏè»yJó™Î)ur t,»ysó™Î)ur šUqà)÷ètƒur ÅÞ$t7ó™F{$#ur !$tBur u’ÎAré& 4Óy›qãB 4Ó|¤ŠÏãur šcq–ŠÎ;¨Y9$#ur `ÏB öNÎgÎn/§‘ Ÿw ä-ÌhxÿçR tû÷üt/ 7‰ymr& óOßg÷YÏiB ß`óstRur ¼çms9 tbqßJÎ=ó¡ãB ÇÑÍÈ

Katakanlah: "Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya'qub, dan anak-anaknya, dan apa yang diberikan kepada Musa, Isa dan para nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan hanya kepada-Nyalah kami menyerahkan diri." (Ali Imran/3: 84)
* !$¯RÎ) !$uZø‹ym÷rr& y7ø‹s9Î) !$yJx. !$uZø‹ym÷rr& 4’n<Î) 8yqçR z`¿Íh‹Î;¨Z9$#ur .`ÏB ¾Ínω÷èt/ 4 !$uZøŠym÷rr&ur #’n<Î) zOŠÏdºtö/Î) Ÿ@ŠÏè»yJó™Î)ur t,»ysó™Î)ur z>qà)÷ètƒur ÅÞ$t6ó™F{$#ur 4Ó|¤ŠÏãur z>q•ƒr&ur }§çRqãƒur tbr㍻ydur z`»uKø‹n=ß™ur 4 $oY÷s?#uäur yŠ¼ãr#yŠ #Y‘qç/y— ÇÊÏÌÈ

Sesungguhnya kami Telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana kami Telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan kami Telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Isma'il, Ishak, Ya'qub dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. dan kami berikan Zabur kepada Daud. (An-Nisa`/4: 163)

D. Butir-butir Terpenting Kisah Nabi Ya’kub

Butir-butir terpenting yang dapat dipetik dari kisah Nabi Ya’kub a.s. sebagai berikut:

Pertama, bahwa Allah SWT telah mengangkat cucu Nabi Ibrahim a.s., yakni Ya’qub bin Ishak sebagai salah seorang Nabi yang melanjutkan misi kerasulan. Berita tentang nubuwwah Ya’kub ini telah diterima oleh kakeknya yakni Ibrahim dan Sarah,  sebelum Ishak dilahirkan. Sebagaimana Allah menyempurnakan nikmatnya kepada para Nabi lainnya, Allah juga menyempurnakan nikmatnya kepada keluarga Ya’qub.

Kedua, millah atau ad-din para Nabi termasuk tentunya Nabi Ya’qub a.s., adalah sama. Dengan demikian kalau ada perbedaan millah, itu berarti ada millah lain selain yang dikaruniakan oleh Allah. Millah yang berbeda dengan millah Allah, sudah pasti mengandung kreasi manusia. Millah yang berasal dari Allah adalah suatu karunia dari Allah kepada para Nabi dan seluruh manusia.

Ketiga, oleh karena kejahilan dan keingkaran manusia, akibatnya manusia tidak bersyukur kepada Allah akan karunia besar berupa millah atau jalan hidup yang benar itu. Keadaan ini terjadi hampir di setiap zaman kenabian, termasuk pada masa Nabi Ya’qub a.s.

Keempat, Nabi Ya’qub juga mengalami suatu keadaan dimana ia dipandang oleh sebagian manusia sebagai orang bodoh, pembawa informasi bohong. Pada hal ia telah diberikan Allah ilmu yang haqq. Tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui bahwa Ya’qub ― sebagaimana para Nabi lainnya ― dianugerahi ilmu ilahiyah. Bahkan lebih dari itu, Allah telah memberikan kepada para Nabi kekuatan-kekuatan yang besar dan ilmu yang tinggi, tak terkecuali Nabi Ya’qub.

Kelima, Nabi Ya’qub sebagaimana para Nabi lainnya diangkat oleh Allah sebagai pemimpin, yang akan memimpin manusia dengan perintah-Nya kepada jalan yang ditunjuki Allah.

Keenam, isi wahyu atau ajaran Allah yang diturunkan di setiap zaman dan tempat kenabian pada hakikatnya sama, yakni ajaran berbuat kebaikan, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan hanya menyembah Allah Yang Esa. Allah tidak membeda-bedakan Nabi yang diutusnya dalam kenabian atau pewahyuan ini.

Ketujuh, para Nabi adalah orang-orang yang disucikan Allah dan dianugerahi akhlak yang tinggi. Mereka selalu mengingatkan manusia kepada kehidupan akhirat di sepanjang zaman.

Kedelapan, misi Nabi Ya’kub sama dengan Nabi-Nabi lain. Intinya mengajak manusia bertauhid, beriman kepada wahyu yang kandungan ajarannya sama, dan mengajak manusia agar benar-benar menjadi muslim.

Kesembilan, tauhid adalah bagian yang paling dipentingkan oleh Ya’qub dari keseluruhan ilmu dan nilai yang diajarkan. Secara khusus, menjelang ajal menjemputnya, Ya’qub memberi pertanyaan-evaluatif kepada anak-anaknya, “Wahai anak-anakku, apa yang kamu sembah sepeninggalku?”.

Kesepuluh, dalam mendidik anak-anaknya, Ya’qub adalah ayah sekaligus guru yang sangat sabar,[24] dan senantiasa memohon pertolongan Allah dari tipu muslihat sebagian anak-anaknya yang pernah berkhianat kepadanya, dan mendo’akan mereka agar diampuni Allah.

IV. NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM KISAH NABI YA’QUB

Sebagaimana dijelaskan pada sub pembahasan II di atas bahwa yang dimaksud dengan nilai-nilai pendidikan dalam tulisan ini adalah hal-hal yang dipandang berguna atau bermanfaat dalam mencerdaskan, mencerahkan atau membentuk kepribadian manusia. Hal mana kegunaan seperti ini adalah fungsi pendidikan.

Dalam kisah Nabi Ya’qub, nilai-nilai pendidikan yang terkandung di dalamnya sebagai berikut:

a.       Telaah terhadap kisah Ya’qub memberikan penjelasan yang jelas-terang bahwa agama samawi itu sebenarnya satu yaitu Din al-Islam. Pembagian sebagian sarjana muslim kepada Yahudi, Nasrani dan Islam sebagaimana ditunjukkan dalam beberapa buku yang mereka tulis dan juga dalam buku teks agama Islam di lembaga pendidikan, sebenarnya terbantahkan dengan kisah ini. Al-Qur’an ― terkait dengan Nabi Ya’qub dan keluarganya ― beberapa kali menjelaskan bahwa millah para Nabi itu sama (Al-An’am/6: 84; Yusuf/12: 38).[25] Ajaran pokok yang mereka terima juga sama. Bahkan Allah menegaskan bahwa tidak ada pembedaan dalam hal pewahyuan ini di antara para Nabi (Ali Imran/3: 84; An-Nisa`/4: 163).[26] Yahudi dan Nasrani itu lebih menunjukkan suatu komunitas dari pada nama agama. Kalaupun komunitas atau pengikut Yahudi atau Nasrani menyebutnya nama agama, menurut Al-Qur’an adalah penyimpangan yang sengaja mereka buat dari Din al-Islam atau millah yang benar. Dengan sedikit agak panjang tapi cukup bernas, Allah berfirman sebagai berikut:
tA$s% ¼ã&s! ÿ¼çmš/u‘ öNÎ=ó™r& ( tA$s% àMôJn=ó™r& Éb>tÏ9 tûüÏJn=»yèø9$# ÇÊÌÊÈ 4Óœ»urur !$pkÍ5 ÞO¿Ïdºtö/Î) Ïm‹Ï^t/ Ü>qà)÷ètƒur ¢ÓÍ_t6»tƒ ¨bÎ) ©!$# 4’s"sÜô¹$# ãNä3s9 tûïÏe$!$# Ÿxsù £`è?qßJs? žwÎ) OçFRr&ur tbqßJÎ=ó¡•B ÇÊÌËÈ ÷Pr& öNçGYä. uä!#y‰pkà­ øŒÎ) uŽ|Øym z>qà)÷ètƒ ßNöqyJø9$# øŒÎ) tA$s% Ïm‹Ï^t7Ï9 $tB tbr߉ç7÷ès? .`ÏB “ω÷èt/ (#qä9$s% ߉ç7÷ètR y7yg»s9Î) tm»s9Î)ur y7ͬ!$t/#uä zO¿Ïdºtö/Î) Ÿ@ŠÏè»yJó™Î)ur t,»ysó™Î)ur $Yg»s9Î) #Y‰Ïnºur ß`øtwUur ¼ã&s! tbqßJÎ=ó¡ãB ÇÊÌÌÈ y7ù=Ï? ×p¨Bé& ô‰s% ôMn=yz ( $ygs9 $tB ôMt6|¡x. Nä3s9ur $¨B öNçFö;|¡x. ( Ÿwur tbqè=t«ó¡è? $£Jtã (#qçR%x. tbqè=uK÷ètƒ ÇÊÌÍÈ (#qä9$s%ur (#qçRqà2 #·Šqèd ÷rr& 3“t»|ÁtR (#r߉tGöksE 3 ö@è% ö@t/ s'©#ÏB zO¿Ïdºtö/Î) $Zÿ‹ÏZym ( $tBur tb%x. z`ÏB tûüÏ.ÎŽô³ßJø9$# ÇÊÌÎÈ (#þqä9qè% $¨YtB#uä «!$$Î/ !$tBur tAÌ“Ré& $uZøŠs9Î) !$tBur tAÌ“Ré& #’n<Î) zO¿Ïdºtö/Î) Ÿ@ŠÏè»oÿôœÎ)ur t,»ysó™Î)ur z>qà)÷ètƒur ÅÞ$t6ó™F{$#ur !$tBur u’ÎAré& 4Óy›qãB 4Ó|¤ŠÏãur !$tBur u’ÎAré& šcq–ŠÎ;¨Y9$# `ÏB óOÎgÎn/§‘ Ÿw ä-ÌhxÿçR tû÷üt/ 7‰tnr& óOßg÷YÏiB ß`øtwUur ¼çms9 tbqãKÎ=ó¡ãB ÇÊÌÏÈ

131.  Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: "Tunduk patuhlah!" Ibrahim menjawab: "Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam".

132.  Dan Ibrahim Telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah Telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam".

133.  Adakah kamu hadir ketika Ya'qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: "Apa yang kamu sembah sepeninggalku?" mereka menjawab: "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya".

134.  Itu adalah umat yang lalu; baginya apa yang telah diusahakannya dan bagimu apa yang sudah kamu usahakan, dan kamu tidak akan diminta pertanggungan jawab tentang apa yang telah mereka kerjakan.

135.  Dan mereka berkata: "Hendaklah kamu menjadi penganut agama Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu mendapat petunjuk". Katakanlah : "Tidak, melainkan (kami mengikuti) agama Ibrahim yang lurus. Dan bukanlah dia (Ibrahim) dari golongan orang musyrik".

136.  Katakanlah (hai orang-orang mukmin): "Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. kami tidak membeda-bedakan seorangpun diantara mereka dan kami Hanya tunduk patuh kepada-Nya".[27]

b.      Kebanyakan manusia yang mengingkari kenabian juga terjadi pada masa Ya’qub. Pengingkaran terjadi karena kebodohan dan sikap ingkar terhadap kebenaran. Hal yang sama juga dialami Nabi-nabi lain di sepanjang zaman dan tempat kenabian. Hal mana para Nabi dituduh sebagai pendusta, penyihir dan perusak. Pengingkaran terjadi selalu diawali oleh ulah pemimpin-pemimpin manusia yang sombong. Kebanyakan pemimpin itu sesungguhnya tahu mana jalan yang benar dan mana jalan yang salah. Tetapi ada juga di antara pemimpin manusia  terselimuti oleh kebodohan mereka sendiri, yakni tidak bisa nembedakan mana yang lebih baik dan benar antara apa yang mereka dapati dari nenek moyang mereka dengan yang disampaikan para Nabi. Mereka yang disebut terakhir ini memandang bahwa ajaran para Nabi adalah ancaman serius bagi mereka. Namun, karena mereka kelas elit di masyarakatnya, maka dengan mudah orang-orang yang rendah pengetahuannya bersikap taqlid kepada mereka, dan mereka pun memperalat orang-orang yang rendah status sosialnya tersebut dengan cara merampas kebebasan manusia.

Dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan filsafat yang sangat pesat masa kini  peserta didik muslim juga akan dihadapkan terutama kepada filsafat Barat yang mengingkari kebenaran, menjauhkan mereka dari tauhid, dan pada akhirnya merongrong kemusliman mereka. Jika demikian terjadi, maka anak didik muslim akan menjadi pengikut para pembangkang Nabi dan Rasul yang diutus oleh Allah SWT.

c.       Nabi Ya’qub a.s. dan para Nabi sebelum dan sesudahnya adalah para pemimpin yang diutus oleh Allah yang menjalankan perintah Allah menunjuki manusia. Merekalah pemimpin yang benar. Mereka memimpin bukan dengan hawa nafsu, tapi atas bimbingan Ilahi. Dalam menjalankan kepemimpinan, para Nabi selalu mendapat perlawanan dari pemimpin lain yang mengajak kepada kebohongan, penindasan dan kesesatan. Nabi Ya’qub juga mendapat perlawanan yang berat dalam kepemimpinannya. Allah SWT selalu memberi kemenangan kepada para Nabi-Nya meskipun dengan penentangan dan perlawanan yang keras dari para penentangnya.

Nilai pendidikan yang dapat diambil dari point ini, bahwa memimpin orang atau peserta didik kepada jalan yang benar akan senantiasa menemui tantangan yang negative-destruktif. Oleh karena itu perlu meneladani para Nabi yang tegar dan sabar menghadapi para penentangnya, meskipun yang paling keras sekalipun.

d. Jika dilihat sosok Nabi Ya’qub, sebagai pemimpin yang ditunjuk Allah, ia ― sebagaimana Nabi yang lain ― adalah orang yang telah dapat mengatasi hawa nafsunya. Allah menyebut mereka sebagai orang yang disucikan dan memiliki akhlak yang tinggi. Sosok kepribadian seperti ini mesti dicontoh oleh para pendidik. Seorang pendidik harus menampilkan dirinya sebagai pengamal suatu nilai sebelum berusaha mentransper nilai itu kepada orang lain. Para Nabi tidak pernah mengajak orang lain untuk melakukan sesuatu sebelum mereka melakukannya lebih dulu. Menganjurkan kepada orang lain untuk mengamalkan suatu nilai hidup sementara si penganjur tidak melakukannya adalah suatu kebohongan berprilaku. Allah menyebutnya sebagai
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ () كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ ()

Wahai orang-orang yang beriman!  Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan (2). (Itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.

e. Tauhid adalah ilmu terpenting dari segala ilmu yang ada. Tauhid yang dimaksud di sini bukan sekedar mengimani keesaan Allah, tetapi lebih dari itu yakni hanya menyembah kepada-Nya. Inillah inti pokok ajaran para Nabi, termasuk Nabi Ya’qub. Beliau sendiri secara khusus menjelang ajalnya tiba telah mengingatkan hal yang paling asasi itu kepada anak-anaknya. Hal dimaksud sebagaimana disebut dalam firman Allah dalam surat Al-Baqarah/2 ayat 133:
أَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِنْ بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ إِلَهَكَ وَإِلَهَ آَبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَهًا وَاحِدًا وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ

Apakah kamu menjadi saksi saat maut akan menjemput Ya’qub, ketika dia berkata kepada anak-anaknya, “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab, “Kami akan menyembah Tuhan-mu dan Tuhan nenek moyangmu yaitu Ibrahim, Isma’il dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami (hanya) berserah diri kepada-Nya.[28]

Dalam pendidikan, tauhid harus menjadi paradigma dan poros pembangunan dan pengembangan pendidikan. Tauhid juga sekaligus orientasi dan tujuan pendidikan. Nilai tauhid adalah nilai paling pokok dan sentral dalam pendidikan Islam. Keseluruhan usaha penanaman nilai dan transper ilmu pengetahuan kepada peserta didik, harus berujung pada nilai tauhid. Jika tidak, maka pendidikan yang demikian akan bertentangan dengan tabiat atau fitrah manusia, dan akan mendestruksi kemanusiaan manusia sendiri. Di akhirat, akan mendapat kehidupan yang sengsara.

f. Nabi Ya’qub adalah orang yang sangat sabar dalam  mendidik anak-anaknya. Sikap yang ditunjukkan oleh beliau terhadap sebagian anaknya yang berkhianat kepadanya adalah sikap sabar dan tawakkal. Ia tidak menyakiti batin dan fisik anak-anaknya jika melakukan kesalahan. Ia senantiasa mengetuk hati mereka agar takut kepada Allah. Bahkan ia memohonkan ampun kesalahan anak-anaknya kepada Allah.[29] Sikap seperti inilah yang perlu dimiliki pendidik dalam berinteraksi dengan peserta didik. Kasih-sayang dan lemah lembut dalam memberlakukan peserta didik jauh lebih efektif dari pada sikap keras dan kasar.

V. PENUTUP

Nabi Ya’qub telah mewariskann nilai-nilai pendidikan yang amat penting. Sebagian besar nilai-nilai dimaksud sesungguhnya kontinuitas pewarisan nilai-nilai universal yang disampaikan para Nabi, sejak Nabi pertama hingga Nabi terakhir.

Para Nabi atau Rasul adalah orang yang dipilih menjadi pemimpin dan diperintahkan oleh Allah menyampaikan petunjuk-Nya kepada manusia di setiap tempat dan zaman. Mereka melaksanakan misi yang amat penting lebih dari sekedar mendidik manusia dalam pengertian mendidik yang sempit. Di antara nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam kisah Ya’qub a.s., sebagai berikut:

Pertama, islam dalam arti sikap pasrah kepada Allah adalah nilai universal yang diwariskan oleh para Nabi termasuk Nabi Ya’qub sendiri. Sikap pasrah atau tunduk kepada Allah adalah inti dari kemusliman bahkan keimanan yang dibawa para Nabi. Kedua, konsekuensi logis point pertama, bahwa wahyu yang diterima para Nabi, termasuk Ya’qub hingga Nabi Muhammad SAW memiliki muatan ajaran yang sama. Hal ini telah ditegaskan Allah dalam Al-Qur`an surat Ali Imran/3 ayat 84. Ketiga, nilai dan pengetahuan yang paling penting diwariskan kepada generasi atau peserta didik adalah nilai dan pengetahuan tentang tauhid. Tauhid adalah paradigma, poros dan pokok dari pendidikan manusia. Keempat, dalam mendidik manusia ― sebagaimana ditunjukkan Ya’qub ― harus dengan hati yang sabar dan tawakkal, bahkan dengan hati yang ikhlas untuk memohonkan ampun kepada Allah terhadap sikap-sikap buruk mereka kepada pendidik. Kelima, misi kenabian atau kerasulan dapat bermakna misi pendidikan, yakni mencerahkan dan menyadarkan orang agar memilih jalan hidup yang benar. Misi ini akan dilanjutkan oleh para ‘ulama` (guru, intelektual atau cendekiawan). Keenam, Sebagaimana Nabi Ya’kub dan para Nabi lainnya telah mengalami berbagai rintangan dan hambatan yang besar, maka para pendidik ― yang nota bene pewaris para Nabi perlu menyadari bahwa melanjutkan misi kenabian akan menghadapi tantangan dan penentangan. Penentangan dimaksud bahkan bisa dengan cara yang keras. Wallahu a’lam.
DAFTAR PUSTAKA

‘Abd al-Baqiy, Muhammad Fu’ad. al-Mu’jam al-Mufahras li al-Fazh al-Qur`an al-Karim. Kairo: Dar al-Hadis, t.th.

Anonim. Ensiklopedi Islam, Jilid 3, Cet ke-3.  Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 1994.

Anonim. Qishash al-Anbiya`, Juz I.

Ar-Rifa’i, Muhammad Nasib. Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2. Jakarta: Gema Insani Press, 1999.

At-Thabari, Abu Ja’far. Jami’ al-Bayan fi Ta`wil al-Qur`an, Juz 15. Ditahqiq oleh Ahmad Muhammad Syakir. Mu`assasah Risalah, 1420 H/2000 M.

Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya, Cet. ke-5. Bandung: CV Penerbit Diopnegoro, 2007.

Hamka. Tafsir al-Azhar, Juz VII. Jakarta: Pustaka Panjimas, 2001.

Ibnu ‘Adil, Tafsir al-Lubab, Juz V.

Kattsoff, Louis O. Pengantar Filsafat, Cet. ke-7. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1996.

Salim, Hadiyah. Qishashul Anbiya`: Sejarah 25 Rasul, Cet. ke-14.  Bandung: PT Al-Ma’arif, 1994.

Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Mishbah, Volume 2. Ciputat: Lentera Hati, 2000.

-------. Tafsir al-Misbah, Volume 6. Ciputat: Lentera Hati, 2000.







[1] Lihat surat An-Nisa`/4 ayat 164. Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya ,Cet. ke-5 (Bandung: CV Penerbit Diopnegoro, 2007), h. 104.




[2]Louis O. Kattsoff, Pengantar Filsafat, Cet. Ke-7 (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1996), h. 327.




[3]Ibid., h. 329.




[4]Muhammad Nasib ar-Rifa’i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2 (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), h. 801.




[5]Sebagian sejarawan ada yang menyebutnya lahir di Nabulis. Lihat Hadiyah Salim, Qishashul Anbiya`: Sejarah 25 Rasul, Cet. Ke-14  (Bandung: PT Al-Ma’arif, 1994), h. 69.




[6]Ibid.




[7]Ibid., h. 60-70.




[8]Ibid., h. 70.




[9]Ibid.




[10]Ibid.




[11]Lihat Ibid., h. 71. Lihat juga Anonim, Ensiklopedi Islam, Jilid 3, Cet ke-3  (Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 1994), h. 330-331




[12]Anak-anak yang lahir dari istri hamba sahaya tersebut adalah Yasakha, Zabulan, Dana, Naftali, Kal dan Asyar. Hadiyah Salim, Qishashul,  h. 71. Lihat juga Anonim, Qishash al-Anbiya`, Juz I, h. 300.




[13]M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Volume 2 (Ciputat: Lentera Hati, 2000), h. 634.




[14]Hadiyah Salim, Qishashul, h. 72. Dalam Al-Qur`an surat Yusuf/12 ayat 7 dan 8 tersebut sebagai berikut: “Sungguh dalam (kisah) Yusuf dan saudara-saudaranya terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang bertanya. Ketika mereka berkata, “Sesungguhnya Yusuf dan saudaranya (Bunyamin) lebih dicintai ayah dari pada kita, pada hal kita adalah satu golongan (yang kuat). Sungguh ayah kita dalam kekeliruan yang nyata.” Lihat Departemen Agama RI, Al-Qur`an dan Terjemahnya, Cet. ke-5 (Bandung: CV Diponegoro, 2007), h. 236.




[15]Muhammad Fu’ad Abd al-Baqiy, al-Mu’jam al-Mufahras li al-Fazh al-Qur`an al-Karim, (Kairo: Dar al-Hadis, t.th), h. 861-862.




[16]Ibnu ‘Adil, Tafsir al-Lubab, Juz V, h. 36.




[17]Hamka, Tafsir al-Azhar, Juz VII (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2001), h. 269.




[18]M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Volume 6 (Ciputat: Lentera Hati, 2000), h. 292.




[19]M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Volume 6  (Ciputat: Lentera Hati, 2000), h. 483-485.




[20]Dep. Agama RI, Al-Qur’an, h. 305.




[21]Ibid., h. 308.




[22]Ibid., h. 327-328.




[23]Ibid., h. 456.




[24]Kesabaran Nabi Ya’qub disebut dalam al-Qur`an surat Yusuf/12ayat 18 sebagai shabrun jamil. At-Thabari mengatakan bahwa shabrun jamil itu adalah kesabaran yang tidak mengandung keluh kesah.  Lihat Abu Ja’far at-Thabari, Jami’ al-Bayan fi Ta`wil al-Qur`an, Juz 15. Ditahqiq oleh Ahmad Muhammad Syakir (Mu`assasah Risalah, 1420 H/2000 M), h. 584.




[25]Departemen Agama RI, Al-Qur’an, 138 dan 240.




[26]Ibid., h. 61 dan 104.




[27]Departemen Agama RI, Al-Qur’an, h. 20-21.




[28]Departemen Agama RI, Al-Qur`an, h. 20.




[29]Lihat surat Yusuf/12 ayat 17-18, 63-68 dan 83-87. Ibid., h. 237, 242-243, 245-246.


0 comments: