RENDAH HATI (TADHARRU') KEPADA ALLAH SAAT BERIBADAH MENISCAYAKAN LAHIRNYA SIKAP RENDAH HATI KEPADA SESAMA MANUSIA



By Anhar

Dalam beberapa artikel yang terkait dengan pembahasan shalat khusyuk yang dipublis di blog ini, penulis mengutip firman Allah yang berisi pesan bahwa salah satu sikap batin yang amat penting dalam beribadah adalah sikap rendah hati atau merendahkan diri (tadharru') di hadapan Allah. Kata tadharru'  (dalam Al-Quran tertulis: تضرعا) dan yang se akar kata dengannya setidaknya terulang sebanyak 6x (enam kali), yaitu 3x dengan kata تضرعا yang dapat dilihat pada surat Al-An'am/6:63; Al-A'raf/7:55; dan Al-A'raf/7:205, dan 1x dengan kata tadharra'u (تضرعوا) yang ditemukan pada surat Al-An'am/6:43, dan 2x dengan kata yatadharra'un (يتضرعون) yang terdapat pada Al-An'am/6:42 dan Al-Mu'minun/23:76.
    Tadharru' bermakna merendahkan diri dan bersungguh-sungguh dalam berdoa dan dalam menyampaikan pengharapan (https://tafsir.net/ article/5145/flwla-idh-ja-ahm-b-asna-tdr-r-wa#:). Tadharru' adalah sikap batin yang lahir sebagai bentuk pemasrahan, ketundukan dan penyerahan diri yang ikhlas seorang Muslim kepada sang Khaliq, Allah SWT. Tadharru' dengan demikian menafikan sifat khuyala` (sombong atau egoisme) yang bersarang dalam hati, pikiran, ucapan, dan tindakan seorang hamba saat beribadah.
    Mushalliy (orang yang mendirikan shalat) tidak akan berhasil mendirikannya dengan baik jika sikap tadharru' tidak muncul saat beribadah kepada Allah SWT.
   Sikap tadharru' senafas dengan sikap khufyah (berucap yang lembut) saat melafazkan zikir atau do'a dalam shalat. Atau dapat juga dinyatakan bahwa tadharru' meniscayakan lahirnya sikap khufyah. Tidaklah dinamakan tadharru' jika pengucapan dzikir atau do'a dalam shalat dilakukan dengan cara yang kasar. Tadharru' mesti lahir di hati, pikiran, ucapan, dan perbuatan dalam ibadah yang dilakukan.
       Sikap tadharru' akan mengaktual dengan sempurna jika qalbu benar-benar hadir di sepanjang shalat. Qalbu yang hadir adalah qalbu yang merasakan, menyadari, dan menghayati "bacaan" dan gerakan shalat. Qalbu yang demikian inilah yang disebut sebagai qalbu yang ingat kepada Allah.

    Riyadhah dan mujahadah yang terus-menerus ---yang setidaknya 17 rakaat sehari semalam--- untuk meningkatkan tadharru' di hadapan Allah, maka buahnya adalah akhlak mulia berupa sikap rendah hati kepada sesama manusia dan kepada makhluk Allah lainnya. Sikap rendah hati ini selanjutnya akan melahirkan sikap-sikap mulia lainnya seperti sikap lutf (lemah-lembut), rahmah (sayang), hubb (cinta), dan sebagainya. Sebaliknya dapat dinyatakan bahwa seorang mushalliy yang selalu shalat setiap waktu, namun tidak rendah hati di muka bumi Tuhan ini, maka sangat mungkin ia tidak tadharru' (rendah hati) ketika beribadah kepada Allah. Dalam konteks demikian ini dapat dipahami dengan baik mengapa Allah SWT mengatakan bahwa 'ibadurrahman (hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih) adalah hamba yang jika mereka berjalan di muka bumi, mereka bersikap rendah hati. Apa bila orang-orang jahil usil kepada mereka, mereka meresponnya dengan respon yang salam (damai, baik, menentramkan).
Allah SWT berfirman:

وَعِبَا دُ الرَّحْمٰنِ الَّذِيْنَ يَمْشُوْنَ عَلَى الْاَ رْضِ هَوْنًا وَّاِذَا خَا طَبَهُمُ الْجٰهِلُوْنَ قَا لُوْا سَلٰمًا
Artinya:
"Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih itu adalah orang-orang yang berjalan di bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang bodoh menyapa mereka (dengan kata-kata yang menghina), mereka mengucapkan, "salam," (QS. Al-Furqan 25: Ayat 63)*

Lebih dari sekedar menegakkan shalat fardhu dengan khusyuk, 'ibadurrahman dimaksud juga menjadikan malam-malamnya yang sunyi untuk tunduk sujud dan berdiri  (shalat tahajjud) menghadap Allah SWT.
Allah berfirman:

وَا لَّذِيْنَ يَبِيْتُوْنَ لِرَبِّهِمْ سُجَّدًا وَّقِيَا مًا
"dan orang-orang yang menghabiskan waktu malam untuk beribadah kepada Tuhan mereka dengan bersujud dan berdiri." (QS. Al-Furqan 25: Ayat 64)

__________________

* Via Al-Qur'an Indonesia https: //quranformobile.com/get/id

Gambar:
Atas: Bersama Mudir Ponpes Adlaniyah, Tapus, Ujunggading, Pasaman Barat saat malam takziah atas wafatnya Brigjend. Purn. Drs. H.A. Nazri Adlani (pernah Sekjen MUI Pusat dan Rektor IAIN SU).
Bawah: Prof. Haidar dan Dr. Erawadi pada momen yang sama dengan di atas.
    

0 comments: