INTEGRASI ILMU: PERLUKAH BAGI DOSEN ILMU-ILMU KEAGAMAAN?


Perlukah dosen yang mengampu mata kuliah keagamaan memahami konsep integrasi dan interkoneksi ilmu agama dengan ilmu umum? Jawabannya sangat perlu, bahkan wajib 'ain. Sama wajibnya dengan dosen yang mengasuh ilmu-ilmu umum. 

Jika seorang dosen ilmu keagamaan tidak paham konsep integrasi ilmu, maka secara ontologis ia akan memiliki pemahaman keislaman yang dikhotomik (dualistik). Hal ini sama seperti dosen ilmu-ilmu umum yang tidak paham konsep integrasi dan interkoneksi ilmu.

Apa bahayanya?

Bahayanya, ia akan menyampaikan pemahaman keislaman yang terkerdilkan kepada mahasiswa. Lebih parah lagi ia bisa jatuh kepada penyampaian pemahaman keislaman yang dapat diragukan bahkan ditolak oleh mahasiswa karena bertentangan dengan pemahaman saintifik yang sudah lazim kebenarannya. Contoh kasus untuk hal ini yaitu keraguan mahasiswa kepada penjelasan dosen agama pada suatu PTU tentang keharaman "minuman tuak" yang berbahan awal air nira segar. Poin pertanyaan mahasiswa adalah, "Mengapa air nira segar yang status hukumnya halal, setelah dipermentasi berubah jadi haram?". Terhadap pertanyaan ini, dosen yang bersangkutan menjawab dengan menggunakan dalil Al-Qur`an tentang khamar. Kemudian memberikan sedikit penjelasan bahwa keharaman "minuman tuak" karena memabukkan. Pertanyaan mahasiswa kemudian, mengapa dari zat yang tadinya halal, kemudia berubah jadi haram? Dosen berkata ---dengan suara agak membentak---,  "Kamu jangan terlalu banyak  pertanyaan."

Mengapa terjadi pemahaman yang kerdil seperti ini? Sudah pasti karena dosen yang bersangkutan belum memiliki kemampuan mengintegrasikan dan menginterkoneksikan pengetahuan keagamaan yang digelutinya dengan pengetahuan sains yang berkembang. 

Dalam kasus keharaman "minuman tuak" ini, maka seorang dosen agama dituntut memiliki pengetahuan (paling tidak pengetahuan konseptual) tentang proses kimia permentasi serta akibat-akibat kiamiawi yang ditimbulkannya pada kesehatan pisik dan psikis manusia. Tanpa pengetahuan saintifik seperti ini, maka ia akan terjatuh pada pengerdilan pengetahuan keislaman.

Dalam rangka penguatan integrasi dan interkoneksi keilmuan ini, dosen benar-benar ditantang agar memiliki kemampuan dalam pendekatan multidisipliner, interdisipliner dan bahkan transdisipliner, sehingga spektrum setiap materi kajian yang disuguhkannya kepada mahasiswa luas dan dalam.***

Gambar: Pelayanan praktik jurnalistik mahasiswa FDIK IAIN P. Sidimpuan.

2 comments: